Digusur Pemkot, Ratusan Warga Semarang Mengadu ke Golkar
Jumat, 07 Apr 2006 13:02 WIB
Semarang - Ratusan warga Jalan Cakrawala, Semarang, yang digusur pemkot akhir Maret lalu, berbondong-bondong menuju Kantor DPD Partai Golkar Jateng, Jl. Kiai Saleh, Jum'at (7/4/2006). Mereka minta partai berlambang beringin itu membantu proses hukum dan politik masalah penggusuran tersebut.Warga yang datang bersama anak-anak maupun kerabatnya itu menggunakan puluhan angkutan kota. Begitu tiba di kantor Partai Golkar mereka langsung dipersilakan menuju aula dan ditemui Ketua DPD Partai Golkar Jateng Bambang Sadono. Dialog pun digelar.Suwarni (48) mengungkapkan, penggusuran yang dilakukan oleh pemkot seharusnya bisa dilakukan kalau proses hukum yang melibatkan antara Nelwan, Sigit Harsono, dan Yayasan Muhammadiyah selesai di pengadilan. Namun, pemkot tidak mematuhi aturan itu."Tanpa ada putusan pengadilan, mereka menggusur kami dengan sewenang-wenang. Kami minta ini diusut," kata perempuan yang kini tinggal di bawah jembatan Jalan Arteri Yos Sudarso ini.Supardi Pujo Legowo menambahkan, lahan yang disiapkan pemkot sebagai imbal atas penggusuran tidak layak ditempati. Lahan di Desa Palir, Kecamatan Ngaliyan, Semarang itu masih kosong dan jauh dari jangkauan warga. "Kalau mau di sana, sementara kita kerjanya di sini. Upah kami bisa habis untuk transpor, bahkan harus nombok. Belum untuk sekolah anak-anak," lanjutnya.Setelah beberapa warga mengungkapkan kekesalannya, Ketua Partai Golkar Bambang Sadono menyatakan siap membantu warga terutama terkait dengan proses hukum dan politik. Dalam aspek hukum, dia menerjunkan tim advokasi untuk menelusuri kasusnya. Sementara dalam aspek politik, ia akan berkoordinasi dengan FPG DRPD Semarang.Politisi yang sudah resmi jadi calon gubernur dari Partai Golkar ini menambahkan, sebelumnya pihaknya sudah meminta FPG DPRD Semarang untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun karena kerjanya kurang optimal, penggusuran itu tetap dilakukan.Sengketa tanah ini dimulai pada tahun 1999. Ketika lahan seluas 12.200 meter persegi ditinggalkan pemiliknya, warga membeli dari seseorang Rp 1-2 juta per petak. Saat puluhan rumah dan fasilitas publik sudah berdiri kokoh, ketiga pemiliknya mempermasalahkan dan berniat mengambil alih pada tahun 2005. Akhirnya, pada 29 Maret lalu, setelah 2 kali gagal menggusur, pemkot sukses 'mengusir' 232 KK. Kini, sebagian warga terlunta-lunta dan hidup di bawah jembatan dekat lokasi.
(nrl/)