Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan penilaian terhadap kinerja penindakan korupsi dengan memberikan rapor merah kepada KPK, yang kinerjanya dinilai masih rendah. KPK angkat bicara dan mengatakan seharusnya penilaian tersebut sesuai dengan data yang valid.
"Namun sebagai pelaksanaan fungsi kontrol, penilaian tersebut semestinya mengacu pada data dan informasi yang valid. Agar ketika disampaikan ke publik tidak menimbulkan mispersepsi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (13/9/2021).
Namun Ali mengatakan KPK tetap mengapresiasi kepada pihak yang peduli terhadap isu pemberantasan korupsi. Ali selanjutnya justru membandingkan dengan laporan kinerja KPK pada semester 1 tahun 2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPK mengapresiasi semua pihak yang konsen terhadap isu pemberantasan korupsi dan memberikan rapor atau penilaiannya terhadap kinerja lembaga yang diberi kewenangan melaksanakan tugas tersebut," kata Ali.
Baca juga: Korupsi Bupati dan Paradoks Demokrasi Lokal |
"Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitasnya kepada publik, KPK telah menyampaikan kinerjanya selama semester 1/2021 secara terbuka, dari pelaksanaan fungsi pencegahan, penindakan, dan pendidikan antikorupsi," tambahnya.
Ali menjelaskan, pada pelaksanaan fungsi penindakan, selama semester 1/2021, KPK telah melakukan 77 penyelidikan, 35 penyidikan, 53 penuntutan, dan 35 eksekusi. Dari 35 sprindik tersebut, KPK telah menetapkan 50 orang tersangka, dengan total asset recovery-nya sebesar Rp 171,23 miliar.
"Selain itu, KPK melalui kegiatan koordinasi dan supervisi bersama pemerintah daerah juga berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara senilai Rp 22,27 triliun," ujarnya.
Selanjutnya, Ali juga menyinggung kinerja di bidang pencegahan, ketika KPK juga mendukung percepatan penanganan COVID-19. Hal itu di antaranya bantuan sosial hingga Kartu Prakerja.
"Pada fungsi pencegahan, dalam mendukung percepatan penanganan pandemi COVID-19, KPK turut aktif memberi masukan penyusunan formulasi kebijakan diantaranya pemberian bantuan sosial, Program Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), bantuan subsidi upah, subsidi listrik, serta Kartu Prakerja," ujarnya.
"KPK juga proaktif memastikan program-program di sektor kesehatan seperti klaim RS yang menangani pasien COVID-19, insentif tenaga kesehatan, serta vaksinasi pada Kementerian Kesehatan," tambahnya.
Selain itu, rekomendasi KPK membantu menggabungkan 3 basis data, yaitu data keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) pada Ditjen PFM Kemensos, data penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada Ditjen Linmas Kemensos, serta Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) pada Pusdatin-Sekjen Kemensos dan berhasil menghapus 52,5 juta data ganda maupun tidak aktif.
"Sehingga bila diasumsikan penerima memperoleh bantuan per penerima sebesar Rp 200 ribu per bulan, atau Rp 10,5 triliun per bulan, maka penyelamatan keuangan negaranya sebesar Rp 126 triliun per tahun," jelasnya.
Lebih lanjut Ali mengatakan KPK tetap bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Dia juga mengajak masyarakat agar terus mendukung KPK dalam memberantas korupsi.
"Sejak awal lembaga ini berdiri hingga hari ini, pelaksanaan tugas-tugas di KPK dilakukan secara tim dan kami juga berupaya mengintegrasikan upaya pencegahan, pendidikan antikorupsi dan penindakan. Dengan begitu, stabilitas dan kontinuitas kinerja KPK tetap dapat terjaga dalam berbagai situasi, kondisi, dan tantangannya," katanya.
"KPK mengajak masyarakat untuk terus memberikan dukungan pada upaya-upaya pemberantasan korupsi. Karena pemberantasan korupsi tidak hanya soal memberi efek jera bagi para pelaku, tapi juga bagaimana mengoptimalkan pemulihan dan pencegahan kerugian keuangan negara, serta penanaman nilai-nilai antikorupsi untuk investasi jangka panjang generasi penerus kita," sambungnya.
Sebelumnya, ICW mengklaim sepanjang semester pertama tahun 2021, KPK hanya mampu menyelesaikan 13 kasus dari yang ditargetkan sebanyak 60 kasus. Dengan rata-rata kasus yang ditangani oleh kejaksaan sekitar 3 kasus per bulan.
Menurut ICW, atas kinerja tersebut KPK memperoleh persentase sebesar 22 persen dalam menangani kasus korupsi. Oleh karena itu, berdasarkan penilaian yang dimiliki ICW, KPK masuk kategori penilaian 'D' atau buruk.
Pada tahun ini KPK juga memperoleh nilai D dari ICW dalam tren penindakan kasus korupsi. Bahkan KPK hanya memperoleh persentase kinerja sekitar 22% dari target yang mereka tentukan.
"Itu membawa KPK masuk ke dalam penilaian kategori D atau buruk. Dan ini menunjukkan bahwa KPK hanya mengerjakan rata-rata tiga kasus tiap bulannya," ujar peneliti ICW Lalola Easter melalui siaran langsung di kanal YouTube Sahabat ICW, Minggu (12/9).
Sebagian besar penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK merupakan hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan pengembangan kasus. Laloli mengatakan kinerja KPK dalam penindakan kasus korupsi terpengaruh oleh adanya beberapa penyidik KPK yang dipecat akibat TWK.
"Karena berdasarkan catatan ICW dari 13 kasus yang ditangani KPK di semester 1 tahun 2021, itu 5 kasus sebenarnya dikerjakan oleh pegawai-pegawai KPK yang diberhentikan secara paksa oleh TWK. Hal tersebut tentu menghambat proses penegakan hukum dan pengembangan perkara," jelasnya.