Banyak Warga Dipenjara karena Tak Mampu Jual-Beli Perkara

Banyak Warga Dipenjara karena Tak Mampu Jual-Beli Perkara

Deden Gunawan - detikNews
Senin, 13 Sep 2021 16:05 WIB
Jakarta -

Kelebihan kapasitas di kebanyakan lembaga pemasyarakatan adalah akibat praktik penegakan hukum yang koruptif dan diskriminatif. Menurut Prof Denny Indrayana, sudah menjadi rahasia umum penegakan hukum kita masih sarat akan praktik transaksional, terutama di bidang pidana. Proses penegakan hukum mulai dari penyidikan hingga menghuni lapas diwarnai transaksi.

"Kebanyakan yang masuk lapas (penjara) itu adalah masyarakat yang tidak mampu melakukan jual-beli perkara. Mafia hukum, mafia peradilan yang merusak sistem hukum karena menjadikannya sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan. Akibatnya, lapas kita menjadi sistem yang gagal," tutur Denny dalam program Blak-blakan di detikcom, Senin (13/9/2021).

Soal mafia hukum ini dikatakan Denny, yang akan mulai mengajar kembali di sebuah kampus di Melbourne, Australia, sudah menjadi perhatiannya sejak masih kuliah di Universitas Gadjah Mada. Karena itu, ia dan teman-temannya sempat membuat LSM untuk melawan mafia hukum, yakni Indonesian Court Monitoring di Jogja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat menjadi Staf Khusus Presiden di era kedua pemerintahan SBY-Boediono, dia mendorong hadirnya Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.

Sewaktu menjadi Wakil Menkumham, 2012-2014, ia pernah membuat program Anti Halinar (handphone, pungli, dan narkoba). Sebab sudah menjadi rahasia umum banyak terjadi penyelundupan dan penyewaan telepon di lingkungan lapas, praktik pungli, dan jual-beli narkoba.

ADVERTISEMENT

"Mestinya kalau penegakan hukum fokus ke para bandar dan jaringannya, tentu pasokan narkoba akan berkurang. Tapi kenapa penggunanya tetap tinggi?" kata Denny.

(jat/jat)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads