Babak Baru Moeldoko vs ICW: Dari Somasi Lanjut ke Polisi

Round-Up

Babak Baru Moeldoko vs ICW: Dari Somasi Lanjut ke Polisi

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 11 Sep 2021 05:27 WIB
KSP Moeldoko
Foto: Kepala KSP Moeldoko (Adhyasta Dirgantara/detikcom)
Jakarta -

Perseteruan antara Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal polemik 'promosi Ivermectin' dan ekspor beras memasuki babak baru. Usai somasi tak berbuah maaf, Moeldoko resmi melaporkan resmi melaporkan peneliti ICW, Egi Primayogha dan Miftah, ke Bareskrim.

Awalnya, Moeldoko melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, sudah melayangkan tiga somasi ke ICW. Namun, somasi terakhir tak juga berbuah maaf.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam surat somasi Otto ke ICW, Moeldoko meminta peneliti ICW meminta maaf dan mencabut pernyataannya dalam rentang waktu 5x24 jam atau lima hari. Jika Egi tidak mencabut pernyataannya, Otto mengatakan bisa saja pihaknya atau Moeldoko sendiri yang akan melaporkan hal tersebut ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik.

ADVERTISEMENT

"Kami berunding dengan Pak Moeldoko, Pak Moeldoko mengatakan, sudah, namanya orang salah, siapa tahu dia masih mau berubah. Kita berikan lagi kesempatan sekali lagi kepada dia, kesempatan terakhir. Jadi tadi saya kirim surat kepada Saudara Egi surat teguran yang ketiga dan yang terakhir," kata Otto dalam konferensi pers virtual, Jumat (20/8).

Otto mengaku mendapatkan bukti-bukti ICW berniat melakukan pencemaran nama baik. Otto mengatakan, dalam sebuah diskusi bersama ICW, ICW sempat mengatakan terdapat misinformasi dalam polemik promosi Ivermectin, akan tetapi Otto menilai ICW telah mengakui adanya kesalahan tetapi tidak justru meminta maaf.

"Jadi dengan tegas kami sudah dapat bukti-bukti kuat bahwa memang apa yang mereka lakukan itu baik dari siaran persnya maupun dari konferensi persnya, diskusi publiknya jelas-jelas kami menemukan mens rea, yaitu niat dari mereka untuk melakukan pencemaran nama baik terhadap Pak Moeldoko, terbukti lagi mereka mengakui adanya misinformasi yang menurut saya bukan misinformasi, itu namanya disinformasi sebenarnya. Tapi katakanlah dia pakai istilah misinformasi berarti kan dia sudah salah, mengaku salah, tapi tidak mau mencabut dan tidak mau minta maaf," kata Otto.

Menanggapi hal itu, kuasa hukum dari ICW M Isnur mengatakan Moeldoko sebagai KSP seharusnya bijak dalam menanggapi kritik. Isnur menyinggung posisi Moeldoko, yang merupakan salah satu pejabat teras di Istana Negara, seharusnya menanggapi kritik berdasarkan penelitian dengan argumentasi.

"Kami menyayangkan langkah itu. Sebab, hasil penelitian ICW semata-mata ditujukan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, terlebih di tengah pandemi COVID-19," ucap Isnur.

"Tentu Moeldoko dengan posisinya yang berada di lingkar dalam Istana Negara mestinya bijak dalam menanggapi kritik, bukan justru langsung menempuh jalur hukum tanpa ada argumentasi ilmiah tentang indikasi konflik kepentingan dalam penelitian ICW," tambahnya.

Selain itu, Isnur mengatakan ICW telah menegaskan bahwa tudingan tersebut tidak menyudutkan pihak mana pun, khususnya Moeldoko. Hal itu telah disampaikan melalui jawaban somasi kepada Moeldoko.

"ICW sudah berulang kali menjelaskan bahwa hasil penelitian ICW tidak menuding pihak tertentu mana pun, terlebih Moeldoko, mencari keuntungan melalui peredaran Ivermectin. Hal itu telah pula kami sampaikan dalam tiga surat jawaban somasi kepada Moeldoko melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan," kata Isnur.

Simak video 'Moeldoko Laporkan ICW ke Bareskrim: Nggak Pernah Anti Kritik':

[Gambas:Video 20detik]



Resmi Lapor Polisi

ICW tak kunjung meminta maaf kepada Moeldoko. Akhirnya, Moeldoko resmi membuat laporan ke polisi.

"Ya, saya hari ini saya Moeldoko selaku warga negara yang taat hukum. Dan pada siang hari ini saya laporkan Saudara Egi dan Saudara Miftah karena telah melakukan pencemaran atas diri saya," ujar Moeldoko di depan gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (10/9/2021).

Laporan polisi (LP) itu terdaftar dengan nomor LP/B/0541/IX/2021/SPKT/BARESKRIM POLRI. LP itu didaftarkan pada 10 September 2021.

Adapun Moeldoko membuat laporan dalam waktu yang cukup singkat. Dia baru tiba di Bareskrim pukul 14.23 WIB dan keluar pada pukul 14.30 WIB untuk memamerkan LP nya.

Moeldoko menjelaskan dia sudah memberikan kesempatan berulang kali kepada Egi dan Miftah untuk meminta maaf. Namun mereka yang tak kunjung minta maaf membuat Moeldoko terpaksa melaporkan keduanya.

"Saya sebenarnya sudah memberikan kesempatan berulang kali untuk bisa menjelaskan dengan baik, memberikan bukti-bukti. Dan kalau itu tidak bisa, saya beri kesempatan lagi untuk minta maaf dan mencabut. Tapi sampai dengan saat ini itikad baik saya tidak dilakukan," tuturnya.

"Dengan terpaksa saya selaku warga negara yang punya hak yang sama dengan yang lain, saya lapor," sambung Moeldoko.

Siap Hadapi Laporan Moeldoko

Meskipun menyayangkan sikap Moeldoko tersebut, ICW tetap menghormati langkah Moeldoko.

"ICW sepenuhnya menghormati langkah Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, yang memilih jalur hukum untuk menjawab kritik dari masyarakat," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulis, Jumat (10/9/2021).

Menurut Kurnia, semestinya Moeldoko sebagai pejabat publik yang memiliki wewenang dapat memahami posisinya akan selalu menjadi objek pengawasan masyarakat. Pengawasan masyarakat itu agar pejabat publik tidak mudah memanfaatkan wewenang, jabatan, serta kekuasaannya untuk kepentingan di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat publik.

"Kajian ICW terkait dugaan konflik kepentingan pejabat publik, yakni KSP, dengan pihak swasta dalam peredaran Ivermectin ditujukan untuk memitigasi potensi korupsi, kolusi, maupun nepotisme di tengah situasi pandemi Covid-19," kata Kurnia.

ICW menilai, jika ada pihak yang keberatan dengan kajian tersebut, semestinya tidak melaporkan ke polisi. Akan tetapi, menurutnya, pihak tersebut dapat menyampaikan bantahan dan buktinya.

"Jika para pihak, terutama pejabat publik merasa tidak sependapat atas kajian itu, sudah sepatutnya dirinya dapat membantah dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti bantahan yang relevan, tidak justru mengambil jalan pintas melalui mekanisme hukum," imbuhnya.

Lebih lanjut, ICW meluruskan kembali soal dua poin yang menjadi pokok persoalan selama ini. Pertama, menurut Kurnia, KSP Moeldoko, beranggapan ICW telah menuduh yang bersangkutan mendapatkan untung dalam peredaran Ivermectin.

"Menurut kami, KSP Moeldoko terlalu jauh dalam menafsirkan kajian tersebut. Sebab, dalam siaran pers yang ICW unggah melalui website lembaga maupun penyampaian lisan Peneliti ICW, tidak ada satu pun kalimat tudingan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada KSP Moeldoko. ICW memastikan seluruh kalimat di dalam siaran pers tersebut menggunakan kata "indikasi" dan "dugaan". Sebelum tiba pada kesimpulan adanya dugaan konflik kepentingan, kami memastikan kajian itu telah melalui proses pencarian informasi dan data dari berbagai sumber yang kredibel," tulis Kurnia.

Halaman 2 dari 3
(rdp/rdp)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads