Lembaga survei Median dan Parwa Institute mengeluarkan rilis berkaitan dengan persepsi publik terhadap vaksinasi Corona (COVID-19). Hasilnya, 45,7 persen responden survei Median menolak divaksinasi.
Data tersebut didapatkan dari survei yang dilaksanakan pada 19-26 Agustus 2021. Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling dan proporsional kepada 1.000 responden di Indonesia.
Survei memiliki margin of error sebesar kurang-lebih 3 persen dengan tingkat kepercayaan di angka 95 persen. Hasil survei disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Survei ini memberikan beberapa pertanyaan kepada para responden. Salah satu pertanyaan adalah saat ini pemerintah menyediakan vaksin gratis, apakah Anda ingin divaksin?
Berikut ini jawaban para responden:
1. 54,3% ingin divaksin
2. 45,7% tidak ingin divaksin
"Itu yang definitif menjawab ingin divaksin 54,3 persen, saya bukan pakar kesehatan publik tapi setidaknya dari yang kita baca ini tentu ada di bawah angka herd immunity antara 60-70 persen. Jadi ini tugas kita semua untuk meyakinkan dan edukasi publik bahwa vaksinasi itu penting gitu," ucap Rico.
Lebih lanjut, jawaban dipersempit menjadi per wilayah di Indonesia. Hasilnya menunjukkan Sumatera, Kalimantan, dan wilayah di Indonesia Timur hampir 50 persen menolak divaksin.
Simak juga video 'WHO Minta Pemberian Booster Vaksin COVID Ditahan Sampai Akhir 2021':
Seperti apa hasilnya? Simak di halaman berikutnya.
Berikut ini hasil survei per wilayah di Indonesia:
1. Sumatera
- 51,1% mau divaksin
- 48,9% tidak mau divaksin
2. Jawa
- 55,8 % mau divaksin
- 44,2% tidak mau divaksin
3. Kalimantan, NTT, NTB, Bali
- 57,7% mau divaksin
- 42,3 tidak mau divaksin
4. Sulawesi dan Indonesia Timur
- 50% mau divaksin
- 50% tidak mau divaksin
"Memang yang terbesar yang inginkan divaksin ada di Kalimantan, NTT, NTB, Bali dan Jawa, tapi daerah seperti Sumatera, Sulawesi, dan Indonesia Timur itu angka mau divaksin masih di bawah rata-rata nasional," jelas Rico.
Kemudian Rico memaparkan 3 alasan teratas masyarakat menolak divaksinasi, yakni efek samping vaksin, kejadian meninggal setelah vaksin, hingga vaksin adalah konspirasi. Dia menilai alasan ini harus menjadi pertimbangan pemerintah untuk terus memberikan edukasi.
"Pertama, takut ada efek samping, publik riil takut ada efek samping, kemudian ada yang sakit dan meninggal setelah vaksin, walau secara jumlah sangat tidak banyak tapi beritanya banyak sekali. Kemudian meski sudah divaksin masih terkena COVID, selama ini tidak terpapar Corona, masih meragukan, ada yang mengatakan vaksin dari Cina karena mungkin tunggu Pfizer dan Moderna, dan mengatakan ini bagian dari konspirasi dan seterusnya," jelasnya.
"Tetapi yang penting dari ini kita bisa lihat bahwa re-edukasi publik yang masif, sekarang sudah masif, (tapi masih kurang masif) terutama tentang efek pascavaksin itu tidak terlalu besar gitu," lanjutnya.