Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Syarifuddin, memastikan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkum HAM terus berupaya meminimalisir pembajakan buku di e-commerce. Syarifuddin mengatakan saat ini DJKI tengah menyusun Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang mengatur tentang pembayaran royalti atas pemanfaatan buku/karya literasi untuk kepentingan komersial.
"Perkembangan teknologi informasi begitu pesat, sehingga bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta akan semakin berkembang. Oleh karena itu DJKI akan selalu merespon perubahan-perubahan tersebut dengan melakukan revisi-revisi peraturan yang ada maupun pembuatan peraturan-peraturan baru yang dapat mengantisipasi pelanggaran-pelanggaran hak cipta khususnya di e-commerce," ujar Syarifuddin dalam keterangan tertulis, Rabu (8/9/2021).
Menurut Syarifuddin, peraturan yang memadai bukan sekadar menghargai dan mengakui eksistensi para pencipta dan kreator, namun juga melindungi hak ekonomi. Ia menjelaskan penghargaan atas karya kreatif dan perlindungan hak ekonomi akan mendorong lahirnya karya dan kreativitas baru. Adapun nantinya hal ini juga akan berdampak terhadap munculnya kreativitas makro yang cerdas dan unggul.
Selain itu, ia mengatakan DJKI bekerja sama dan berkoordinasi dengan pihak terkait dalam menanggulangi pembajakan buku. Pihak tersebut meliputi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Perdagangan, Polisi Republik Indonesia (POLRI) dan lainnya
Terkait hal ini, Syarifuddin menyebut Indonesia sebenarnya telah memiliki peraturan soal pembajakan buku digital. Salah satunya yakni, pasal 55 Undang-Undang Hak Cipta yang menyebutkan bahwa setiap orang yang mengetahui pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait melalui sistem elektronik atau di internet untuk penggunaan secara komersial dapat melaporkan kepada DJKI.
Dari laporan tersebut, Syarifuddin menyebut, DJKI akan melakukan verifikasi. Jika ditemukan bukti yang cukup soal pelanggaran hak cipta maka DJKI akan memberikan surat rekomendasi ke Kominfo untuk menutup sebagian atau seluruh konten yang melanggar hak cipta, atau menjadikan layanan tersebut tidak dapat diakses.
Sejak 2015 hingga saat ini, DJKI mencatat sudah menutup/memblokir 800 situs website yang melanggar hak cipta. Adapun beberapa di antaranya terkait pelanggaran hak cipta di bidang buku.
Soal hukuman, Syarifuddin mengatakan hal ini diatur dalam pasal 114 UU Hak Cipta. Dalam pasal tersebut disebutkan setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dan sengaja atau membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 akan dipidana dengan denda paling banyak Rp 100 juta. Sanksi ini juga dapat ditafsirkan sebagai bentuk perdagangan di marketplace.
"Kemudian para penjual yang menjual hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana disebutkan dalam ketentuan pasal 113 ayat 3 UU Hak Cipta diancam pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar," imbuhnya.
Saat ini, berbagai stakeholder juga telah mengkaji bentuk pembajakan buku, termasuk pembajakan buku di e-commerce. Para stakeholder ini antara lain IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), PRCI (Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia)/ Lembaga Manajemen Kolektif bidang literasi/buku, dan stakeholder bidang literasi lainnya.
Di tahun 2022, DJKI juga akan mencanangkan Tahun Hak Cipta dengan menggencarkan sosialisasi terkait hak cipta. Syarifuddin berharap upaya ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membeli karya bajakan. Terlebih saat ini karya cipta menjadi salah satu sektor yang menopang ekonomi kreatif nasional.
(akn/ega)