Kawasan Batik Solo Akan Dijadikan Cagar Budaya
Kamis, 06 Apr 2006 00:37 WIB
Solo - Menteri Budaya dan Pariwisata Jero Wacik mengatakan, ke depan sejumlah tempat telah dirancang untuk dijadikan cagar budaya. Salah satu yang akan segera direalisasikan adalah kawasan industri batik kuno di Laweyan, Solo.Hal tersebut disampaikannya dalam acara peluncuran buku 'Mbok Mase, Pengusaha Batik di Laweyan Solo Awal Abad 20' yang diadakan Yayasan Warna Warni Indonesia yang dipimpin Nina Akbar Tandjung di rumah makan dan homestay Roemahkoe, Solo, Rabu (5/4/2006) malam. Selain dihadiri oleh Jero Wacik, acara tersebut dihadiri sejumlah tokoh penting seperti Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, Mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, Wakil Ketua MPR Mooryati Soedibyo, Ketua Umum Kadin MS Hidayat, serta Paku Buwono XIII Tedjowulan. Para pengusaha yang juga hadir adalah Rahmat Gobel, Eva Riyanti Hutapea, Ketut Suardhana Linggih, Poppy Dharsono dan lain-lainnya. Hadir pula para undangan serta karib Nina dari berbagai profesi yang datang dari sejumlah negara maupun berbagai kota di tanah air. Acara yang dikemas secara informal tersebut diguyur hujan sejak awal hingga selesainya. Namun demikian para tamu tidak bergeming, apalagi dijamu hiburan pertunjukan musik oleh Jawa Suprana dan kawan-kawan yang membawakan rangkaian sejumlah lagu-lagu daerah di Indonesia. Entah karena dihadiri Megawati yang notabene salah satu putri Soekarno atau karena pertimbangan yang lain, dalam awal sambutannya Jero Wacik mengutip konsep trisakti milik Bung Karno yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. "Saya ingin menegaskan prinsip yang ketiga yaitu berkepribadian dalam kebudayaan. Batik adalah aset mahal yang kita warisi. Salah satu pusat batik itu adalah di Kota Solo ini. Oleh karena itu kampung batik di Laweyan ini akan segera kita realisasikan menjadi cagar budaya untuk dapat dipertahankan keberadaannya," ujar Wacik. Sedangkan Nina Akbar Tandjung dalam sambutannya mengatakan upaya yayasan yang dia pimpim untuk terus memperkenalkan batik ke seluruh lapisan dilatarbelakangi oleh keprihatinan tentang semakin berkurangnya minat masyarakat untuk melestarikan batik. Acara itu sendiri adalah merupakan awal dimulainya rangkaian acara panjang selama tiga hari. Oleh panitia, rencananya Kamis (6/4/2006) pagi, para tamu itu akan diajak keliling perkampungan batik di Laweyan bersama Menkop dan UKM Suryadarma Ali. Hal ini untuk melihat dari dekat proses pembuatan serta mengenali lingkungan para pekerjanya. Buku 'Mbok Mase, Pengusaha Batik di Laweyan Solo Awal Abad 20' ditulis oleh sejarawan Soedarmono yang diangkat dari tesisnya ketika menempuh studi pasca-sarjana di UGM Yogyakarta. Mbok Mase adalah sebutan umum yang diberikan masyarakat bagi para saudagar batik di Laweyan yang pernah mengalami kejayaan di masa lalu. Pamor Mbok Mase semakin meredup memasuki abad 20 seiring berkembangnya industri berupa batik cap dan printing. Para Mbok Mase Laweyan benar-benar bangkrut memasuki paruh kedua abad 20, sehingga banyak asetnya mangkrak dan bahkan dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup.
(atq/)











































