Ketua MPR Akan Terbitkan Buku Baru, Bahas Pentingnya Haluan Negara

Ketua MPR Akan Terbitkan Buku Baru, Bahas Pentingnya Haluan Negara

Angga Laraspati - detikNews
Minggu, 05 Sep 2021 14:54 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan pencegahan COVID-19 dalam penyelenggaraan Pilkada serentak tidak hanya fokus pada 270 daerah yang menyelenggarakan, melainkan juga kabupaten dan kota lainnya.
Foto: Dok. MPR
Jakarta -

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo akan mengeluarkan buku barunya yang berjudul 'NEGARA BUTUH HALUAN'. Buku ke-21 ini dikabarkan akan dirilis pada 10 September mendatang.

Bamsoet, sapaan akrabnya, mengatakan keberadaan PPHN akan menggambarkan capaian besar yang ingin diraih Indonesia dalam 50 sampai 100 tahun ke depan.

"Presiden, gubernur, bupati/wali kota terpilih bertugas menjabarkan teknis cara pencapaian arah besar Indonesia yang terangkum dalam PPHN. Dengan demikian, visi misi calon presiden, gubernur, dan bupati/wali kota akan merujuk kepada PPHN sebagai visi misi negara," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Minggu (5/9/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena PPHN, Bamsoet menilai tidak ada lagi proyek mangkrak, atau proyek pembangunan yang dikerjakan serampangan. Seperti yang beberapa hari ini dikeluhkan Presiden Joko Widodo, banyak program pemerintah daerah yang tidak sinkron dengan program pemerintah pusat.

"Misalnya, ada pembangunan waduk, tetapi tidak ada irigasinya. Ada pelabuhan, tetapi tidak ada akses jalan," katanya.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia 2021-2022 dan Rektor IPB University Prof Dr Arif Satria menuturkan masyarakat ingin Indonesia menjadi bangsa besar dengan visi besar.

"Apa visi kita tahun 2045? Berbagai skenario telat dibuat dan menjadikan Indonesia sebagai negara adidaya tahun 2045, persis 100 tahun Indonesia merdeka. Banyak yang pesimis terhadap visi ini," ujar Arif.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo akan mengeluarkan buku barunya yang berjudul 'NEGARA BUTUH HALUAN'. Foto: Dok. MPR

Namun, lanjutnya, untuk menjadi bangsa besar yang pertama kali harus dibangun adalah optimisme dan kepercayaan diri. Contohnya, Korea Selatan yang bisa hadir sebagai negara maju saat ini karena yang dibangun adalah kepercayaan diri masyarakat desa.

"Saat itu Park Chung Hee yang berkuasa di era 1960 an, saat Indonesia dan Korea Selatan setara secara ekonomi," ungkapnya.

Oleh karena itu, Arif menuturkan visi besar tersebut harus menjadi visi bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya visi pemerintah yang sedang berkuasa. Dinamika politik pasti terjadi, namun jangan sampai mengganggu konstruksi visi besar bangsa Indonesia.

"Oleh karena itu ketika visi besar telah ada, maka tugas berikutnya adalah memastikan langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan pembangunan efektif untuk mewujudkan visi tersebut. Di sinilah kita perlukan suatu sistem yang bisa menjamin itu semua matang, terukur, dan berkesinambungan," imbuhnya.

Di sisi lain, Arif menjelaskan di situlah tantangannya yaitu bagaimana proses rekonstruksi prinsip kesinambungan perencanaan pembangunan harus dilakukan baik secara teknokratik maupun politik. Karena itu, ia menilai kini waktu yang amat tepat bagi Bambang Soesatyo untuk kembali hadir dengan buku barunya yang berjudul Negara Butuh Haluan, sebagai lanjutan atas buku sebelumnya yang berjudul Cegah Negara Tanpa Arah. Menurutnya, dua buku tersebut sekaligus sebagai pemantik baru diskursus urgensi haluan negara.

"Tentu upaya mas Bambang ini harus kita apresiasi. Namun saya lebih mengapresiasi langkah Mas Bambang bila munculnya buku ini tidak sekedar untuk memantik atau meramaikan diskursus lagi. Akan tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai modal untuk memulai langkah politik menyelamatkan masa depan bangsa dengan Pokok-Pokok Haluan Negara, yang mampu menjadi menjamin produk perencanaan pembangunan nasional yang matang, terukur, dan berkesinambungan," ujarnya.

Sementara itu, Guru Besar Ekonomi Politik IPB Prof Dr Didin Damanhuri mengatakan sudah saatnya Indonesia memilih Mazhab Pemikiran Ekonomi berbasis Konstitusi. Sebab menurutnya kelemahan kita sekarang ini adalah berjalan tanpa arah yang jelas dan hanya mengandalkan RPJMN yang dikembangkan dari Visi dan Misi Presiden Terpilih.

"Sehingga tingkat comprehensiveness, partisipasi stakeholder dan legitimasi mandat rakyat terhadap platform pembangunan menjadi rendah. Dengan begitu, apabila terjadi penyimpangan dari Presiden terhadap RPJMN tidak jelas pertanggungjawabannya," ucap Didin.

Oleh karena itu, Didin menilai 'Model GBHN' seperti masa lalu akan jauh lebih mendalam content-nya, jauh lebih luas partisipasi para elite strategis-nya serta jauh lebih legitimate mandat rakyat-nya terhadap platform pembangunan. Karenanya, dengan model GBHN tersebut, pertanggungjawaban Presiden baik terhadap ketaatan terhadap Konstitusi-UUD45 maupun terhadap aspirasi rakyat, akan jauh lebih

"Rencana akan adanya PPHN (Pokok Pokok Haluan Negara) seperti yang dilontarkan Ketua MPR Bambang Soesatyo adalah kemajuan dibandingkan dengan berdasarkan RPJMN yang hanya berbasis kepada Visi Presiden terpilih," jelasnya.

Seperti diketahui, buku Bambang Soesatyo yang berjudul: 'NEGARA BUTUH HALUAN' merupakan lanjutan buku sebelumnya pada bulan Mei 2021 lalu yang berjudul 'CEGAH NEGARA TANPA ARAH'.

Buku ini merupakan advokasi substansial tentang butuhnya Haluan Jangka Panjang Pembangunan sebagai konsekuensi dari pasal 33 UUD'45 ayat 1 yang berbunyi : Perekonomian 'disusun'. Jadi, bukan diserahkan semata kepada Pasar Bebas.

(akn/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads