Jazilul Fawaid: MPR Harus Cerminkan Kehendak Rakyat

Jazilul Fawaid: MPR Harus Cerminkan Kehendak Rakyat

Khoirul Anam - detikNews
Senin, 30 Agu 2021 22:16 WIB
Jazilul Fawaid: MPR Harus Cerminkan Kehendak Rakyat
Foto: Dok. MPR
Jakarta -

Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menanggapi wacana amandemen UUD yang berkembang di tengah masyarakat. Ia mengatakan bahwa amandemen sebagai kewenangan tertinggi MPR harus mencerminkan kehendak rakyat, termasuk pembahasan tentang Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) atau pasal-pasal lainnya.

Sebab, kata dia, jika apa yang dilakukan MPR tidak sesuai dengan kehendak rakyat, akan menimbulkan persoalan baru. "MPR itu adalah daulat rakyat. Jadi apa yang dilakukan oleh MPR harus mencerminkan kehendak rakyat," ujar Jazilul dalam keterangannya, Senin (30/8/2021).

Menurutnya, mengubah konstitusi atau UUD biasanya selalu terkait dengan dinamika perkembangan masyarakat. Setiap perubahan selalu mensyaratkan adanya perubahan konstitusi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau zaman Orde Baru itu istilahnya kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang murni dan konsekuen, sekian tahun itu menggunakan tema itu. Akhirnya sampai era Reformasi, ada amandemen UUD yang itu berlangsung sampai lima kali amandemen," ungkap Jazilul dalam keterangannya, Senin (30/8/2021).

"Enggak tahu nanti pandemi ini akan mengubah atau enggak karena ada salah satu rekomendasi dari pimpinan MPR yang lalu, itu memasukkan atau sedang ada dalam kajian di Badan Kajian Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR, yaitu amandemen terbatas terkait dengan PPHN," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Dia menuturkan kebutuhan PPHN di masa pandemi tergantung dari hasil kajian yang sedang dilakukan MPR. Namun, ada berbagai persoalan baru selama terjadi pandemi, yakni ditutupnya berbagai kegiatan masyarakat, termasuk di sekolah, kampus, mal, bahkan masjid, dan tempat-tempat umum lainnya.

"Kalau nanti tahun 2024 ternyata aktivitas politik juga ditutup, ini pasti ada masalah di ketatanegaraan. Tentu kita enggak mengharapkan itu. Kita tidak menginginkan itu. Kita ingin segera pulih. Tetapi kalau itu tidak ditemukan maka tidak ada jalan keluar kecuali melalui amandemen," urainya.

Sebab, menurutnya, belum ada landasan yang bisa dijadikan acuan dalam sistem ketatanegaraan jika sampai ada pengunduran pemilu akibat pandemi atau kondisi kedaruratan.

"Di zaman pandemi ini ada dua perppu yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pertama perppu terkait dengan Sistem Keuangan Negara. Kedua, pengunduran jadwal Pilkada. Kalau jadwal Pilkada bisa diatur dengan perppu, tapi kalau mengundurkan pemilu presiden, saya pikir belum ketemu itu jalurnya seperti apa," katanya.

Oleh karena itu, Wakil Ketua Umum Bidang Pemenangan Pemilu DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan bahwa apapun langkah yang diambil harus tetap taat pada konstitusi yang ada.

"Oleh sebab itu, mari kita wujudkan kehendak rakyat ini sesuai dengan konstitusi dan demokrasi yang kita punya," pungkasnya.

(akd/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads