Napak Tilas Manusia Perahu di Pulau Galang
Selasa, 04 Apr 2006 08:09 WIB
Batam - Cerita berawal dari konflik antara Vietnam Selatan dan Vietnam Utara(Vietkong) pada tahun 1970-an. Kala itu pasukan selatan yang didukung Amerika Serikat, berhasil dikalahkan pasukan Vietkong. Karenanya ribuan warga Vietnam mengungsi keluar dari negeri itu.Mereka umumnya menggunakan perahu yang berukuran kecil dan dimuati puluhanorang. Para pengungsi yang menggunakan perahu ini, kerap disebut manusiaperahu. Setelah terapung-apung di laut, banyak diantara mereka yang terdampar hingga ke perairan Indonesia. Ada yang sampai ke Tanjung Pinang, Natuna dan daerah lainnya.Peduli pada nasib mereka, pada tahun 1979, Badan PBB yang mengurusipengungsi, UNHCR, bekerja sama dengan pemerintah Indonesia memilih PulauGalang untuk menampung para manusia perahu yang tersebar, sebelum merekadisalurkan ke negara ketiga.Pulau ini berlokasi 50 km sebelah selatan Kota Batam. Disediakan lahanseluas 80 hektar khusus bagi para pengungsi di pulau seluas 125 kilometerpersegi ini. Sayangnya banyak bangunan, hasil kerajinan dan perahu peninggalan pengungsi yang sudah tidak terawat lagi. Padahal pihak otorita Batam berkeinginan menjadikan lokasi ini obyek wisata.Para pengungsi tinggal disana sejak tahun 1979 hingga 1996. Jumlah totalpengungsi yang pernah tinggal disana mencapai angka 200 ribu jiwa. Saatitu mereka di tempatkan di barak-barak berlantai dua."Tiap satu barak, jumlah yang menempati hingga 50 orang," kata penduduk Galang Philipus Payong (71), saat ditemui detikcom di Gereja Santa Maria bekas peninggalan pengungsi Vietnam, Minggu (2/4/2006).Menurut Philipus, kala itu dibangun juga tempat peribadatan sepertigereja, Vihara dan Masjid untuk memberikan kesempatan pengungsi beribadah."Yang terbanyak tentu saja Budha, terus Katolik, kemudian Protestan.Sedang pemeluk Islam ada 13 orang," ujarnyaSelain itu rumah sakit pun tersedia gratis untuk mengobati para pengungsi."Dulu fasilitasnya lengkap sampai bisa melakukan operasi, dokternya sajadari Perancis dan Jerman," ungkapnya dengan banggaDisana dibangun pula rumah tahanan, yang digunakan untuk mengurung merekayang berkelahi. "Kalau mereka mabuk biasanya suka ada perkelahian. Karenapersoalan makan dan minum juga kadang berkelahi," ceritanya.Saat itu lokasi pengungsian dijaga ketat ratusan aparat dari Kopasus,Marinir dan Brimob, sehingga tidak memungkinkan mereka keluar dari lokasi."Mereka sangat takut pada tentara Indonesia," seru Philipus.Philipus telah tinggal selama 40 tahun di Galang. Saat pengungsi masihhadir di Galang, dia bekerja sebagai operator mesin listrik. Menurutnya, keseharian aktifitas pengungsi kala itu belajar bahasa Inggris agar mudah disalurkan ke negara ketiga dan belajar bahasa Indonesia untuk mengetahuiaturan yang berlaku."Mereka juga bercocok tanam sayur mayur dan buah-buahan, yang hasilnyadijual ke orang Indonesia," ungkapnya.Setelah 1996, camp sinam (pengungsi Vietnam) ditutup, namun tercatatsejumlah pengungsi memperoleh suaka ke beberapa negara, yakni AS, Canada,Perancis, Jerman, Italia dan negara Eropa lainnya. Tapi selain itu ada juga yang dipulangkan lagi ke Vietnam. Pada 24 Maret 2005 para pengungsi yang sukses pun sempat mengadakan reuni di Galang.Dari Batam dengan berkendaraan hanya butuh waktu hanya sekitar 1 jam menuju Galang. Ada 6 jembatan yang harus dilewati, yakni Batam, Tonton, Nipah, Setoko, Rempang Galang dan Galang Baru, atau kesemuanya lebih dikenal dengan nama jembatan Barelang.
(ddn/)