20% Nelayan Aceh Pakai Pukat, Panglima Laot Minta Pemerintah Bertindak

20% Nelayan Aceh Pakai Pukat, Panglima Laot Minta Pemerintah Bertindak

Agus Setyadi - detikNews
Rabu, 25 Agu 2021 12:15 WIB
Petugas pengawasan perikanan dengan menggunakan perahu motor mengawal dua unit kapal ikan berbendera Malaysia yang ditangkap di perairan Selat Melaka saat digiring ke Pelabuhan Perikanan Koetaraja, Banda Aceh, Selasa (6/2/2019). Kapal Pengawas Perikanan Hiu 012 di bawah kendali Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) menangkap dua unit kapal ikan Malaysia, dengan nomor lambung KHF 1980 dan KHF 2598 karena memasuki perairan Indonesia dan menggunakan pukat trawl serta mengamankan sembilan ABK-nya yang berkewarganegaraan Thailand. ANTARA FOTO/Ampelsa/aww.
Ilustrasi kapal berbendera Malaysia ditangkap otoritas Indonesia. Kapal itu melanggar batal wilayah dan menangkap ikan memakai trawl (Foto: Antara Foto)
Banda Aceh -

Panglima Laot Aceh meminta Pemerintah Aceh menindak nelayan yang menggunakan pukat harimau (trawl) di laut Tanah Rencong. Jumlah nelayan pemakai pukat yang dilarang itu disebut mencapai 20%.

"Sekitar 20% di seluruh Aceh. Itu nelayan kita semua," kata Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh Miftach Cut Adek kepada wartawan, Rabu (25/8/2021).

Miftach mengatakan sejumlah nelayan di Aceh Timur dan Aceh Singkil diduga memakai pukat harimau berukuran besar. Sedangkan pukat trawl berukuran kecil dipakai nelayan di Aceh Barat dan Nagan Raya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penggunaan pukat tersebut, kata Miftach, dilakukan karena lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah. Dia menyebut penegakan hukum untuk menindak para pelaku dilakukan secara pasif.

"Penegakan hukumnya lemah," jelas Miftach.

ADVERTISEMENT

Dia mengaku mendapat banyak keluhan dari nelayan Aceh Timur yang disampaikan lewat Panglima Laot setempat. Miftach meminta Pemerintah Aceh dan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) segera mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan hukum berlaku.

"Trawl jenis alat tangkap yang dilarang oleh hukum adat laot dan hukum negara," ujar Miftach.

Untuk diketahui, Panglima Laot adalah lembaga adat di Aceh. Berdasarkan situs Kementerian Kelautan dan Perikanan, Panglima Laot merupakan struktur adat yang hidup di tengah masyarakat nelayan di Aceh. Keberadaannya sudah dikenal lebih dari 4 abad lalu, tepatnya sejak masa Sultan Iskandar Muda.

Wilayah kewenangan Panglima Laot berbasis pada satuan lokasi yang disebut Lhok. Satuan tersebut bisa merujuk pesisir tempat nelayan melabuhkan perahu, menjual ikan, atau berdomisili. Konsepsi Lhok bisa mencakup wilayah satu gampong atau gabungan gampong, kecamatan/mukim, bahkan satu gugus kepulauan. Pengertian Lhok bisa dipadankan dengan sebuah teluk, muara, tepian pantai, atau terusan yang menjorok ke arah darat.

(agse/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads