Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengungkapkan bahwa ada oknum-oknum yang meminta setoran sebesar Rp 50 ribu kepada penerima bansos di wilayahnya. Hal itu disebutnya sebagai uang lelah karena merasa terlibat dalam pendistribusian bansos.
"Tadi ada lagi yang istilahnya katanya di lapangan ada namanya operasi batok. Jadi, kalau kalau uangnya diterima langsung sama si penerima, ya, ini kita lagi investigasi, itu ada oknum-oknum di bawah, ini yang di bawah, yang nanti nyamperin, 'Mana ini setoran Rp 50 ribu', atau berapa gitu. Diminta dengan alasan uang lelah, uang capek, dan lain sebagainya," kata Arief dalam diskusi virtual 'Bansos Dipotong Kemana Harus Minta Tolong?' di YouTube KPK, Kamis (19/8/2021).
Arief menyebut bahwa ada oknum yang juga berpura-pura simpatik karena sudah membantu menyalurkan bansos. Dia menegaskan hal tersebut tak sepantasnya dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada juga memang yang seolah-olah simpatik begitu, karena merasa bahwa ya 'Kita kan udah dibantuin, kita udah bantu dia tadi, ini kita ngasih seikhlasnya', begitu. Ya kalau menurut saya sih seharusnya tetap nggak bisa diberikan, karena itu memang adalah hak si penerima bansos yang sudah dilakukan pendataan, begitu," ujar Arief.
Pungli Terjadi karena Pengawas di Lapangan Terbatas
Selanjutnya, Arief juga mengatakan bahwa pungutan liar (pungli) kepada penerima bansos ini kurang terkontrol karena terbatasnya tim lapangan. Menurutnya, pemantauan juga harus dilakukan di tingkat RT dan RW.
"Jadi kaitan pungli-pungli ini emang banyak sekali, ditambah kadang ini karena tadi petugas di lapangan hanya hanya ada dua tim ya satu PSM, pekerja sosial masyarakat dan satu lagi adalah pendamping PKH. Ini jadi di lapangan ini kadangkala petugas kelurahan itu nggak tahu, hanya tahu nama nomor NIP begitu. Kadang kalau mencari kita harus ke RT dan RW nya," ujarnya.
"Jadi memang masalah data ini memang terjadi kendala di bawah, karena di daerah kaya di kota Tangerang itu ada dua petugas yang melakukan pendataan, yang satu adalah PSM pekerja sosial masyarakat, yang satu lagi adalah temen-temen pendamping PKH. Nah dua ini dua sumber ini mereka melakukan pendataan dan untuk dimasukkan ke dalam database DTKS," sambungnya.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Data Lapangan-Pemerintah Pusat Tak Sesuai Juga Kendala Bansos
Lebih lanjut dia mengungkapkan juga terkadang ada masalah input data ke pemerintah pusat. Sering kali kata Arief, data tersebut tidak padan dengan yang ada di lapangan atau data di pemerintah daerah.
"Ditambah lagi memang selain adanya masalah data kaitan pendataan dua. Ini sering kali data yang kami sampaikan ke pemerintah pusat, ini bermasalah. Maksudnya bermasalah begini, kami mengusulkan penghapusan data itu jumlahnya kurang lebih di bulan Januari-Februari sebanyak 45.133 KPM ya, tapi ternyata ada usulan yang masuk dari Kemensos sebanyak 48.409, dan ini dari 48 ribu itu ternyata ketika kita screening ada 19 ribu,yang ganda lebih yang ditemukan ada 16.653 yang meninggal ada 2.468," katanya.
Arief berharap kepada Menteri Sosial Tri Rismaharini, yang juga dalam diskusi ini, untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut. Begitu pun dengan kerja sama antar KPK.
"Jadi itu masih data itu masih muncul begitu, jadi saya sepakat kali tadi bu menteri (sosial) sedang melakukan ratifikasi datang begitu penyempurnaan data, apalagi didukung juga oleh KPK," katanya.