Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan pertumbuhan ekonomi nasional masih sangat bergantung pada efektivitas penanganan COVID-19.
Ia mengatakan berdasarkan data historis, pada kuartal pertama tahun 2021 ada lebih dari 170 ribu jumlah kasus aktif COVID-19 sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi -0,74%. Namun di kuartal II, menurutnya pemerintah sudah mulai berhasil menekan angka kasus aktif di kisaran 100 ribu. Hasilnya terlihat pada angka pertumbuhan ekonomi yang melesat hingga 7,07%.
Untuk itu, ia mendorong agar upaya pengendalian kasus tetap dilakukan agar bisa turun ke level 100 ribu. Dengan begitu diharapkan ekonomi RI pada kuartal ke-4 akan tumbuh positif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Airlangga, pemerintah kini mewaspadai pertumbuhan ekonomi di kuartal III, mengingat angka kasus COVID-19 pernah mencapai puncak tertinggi di kisaran 573 ribu kasus. Guna mengejar target pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 3-4%, lanjut dia, maka pemerintah menggenjot target penurunan kasus aktif paling lama akhir September 2021.
"Pertumbuhan Ekonomi sangat tergantung pada pengendalian pandemi, respons kebijakan ekonomi yang tepat, penciptaan lapangan kerja, dan kesiapan melakukan transformasi digital untuk masa depan kita bersama," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (16/8/2021).
Kendati demikian, Airlangga menyebut pihaknya tetap optimis kinerja ekonomi di tahun 2021 dan tahun 2022 masih akan positif. Hal ini sejalan dengan pemulihan ekonomi global dan bauran strategi yang diterapkan oleh pemerintah.
Meski kenaikan kasus turut berdampak pada PPKM sehingga mempengaruhi laju pemulihan ekonomi, namun dia menyebut pemerintah akan terus menjaga fleksibilitas APBN.
"Pengeluaran pemerintah akan tetap menjadi pendorong utama perekonomian melalui penguatan berbagai program Perlindungan Masyarakat untuk mendorong daya beli masyarakat, dan penguatan program Ketahanan Kesehatan untuk menangani COVID-19," katanya.
Selain itu diungkapkan Airlangga pemerintah juga melakukan reformasi struktural guna mendorong pertumbuhan ekonomi untuk menyerap peningkatan tenaga kerja. Hal ini mengingat jumlah pengangguran yang meningkat selama pandemi.
Reformasi struktural dinilai penting supaya Indonesia bisa bebas dari middle income trap di jangka menengah panjang. UU Cipta Kerja (UU No 11 Tahun 2020) diyakini sebagai reformasi regulasi yang dapat mempermudah kegiatan usaha untuk meningkatkan investasi dan produktivitas.
Airlangga mengatakan, RAPBN 2022 mengusung tema "Melanjutkan Dukungan Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural" dan akan fokus pada dukungan kesehatan dan penguatan perlindungan Masyarakat, dengan tetap fleksibel serta antisipatif menghadapi ketidakpastian di masa pandemi COVID-19.
"RAPBN 2022 melanjutkan konsolidasi fiskal dengan antisipatif terhadap ketidakpastian. Pemerintah juga akan terus mengakselerasi program vaksinasi agar dapat mengendalikan pandemi dan ini merupakan kunci pemulihan ekonomi nasional," tandasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan di RAPBN 2022 pemerintah menetapkan target Pendapatan Negara sebesar Rp 1.840,7 triliun dan Belanja Negara sebesar Rp 2.708,7 triliun. Nominal defisit turun 9,7% dibandingkan APBN 2021. Atau Defisit APBN sebesar 4,85% dari PDB.
Guna mengantisipasi situasi pandemi, lanjut Airlangga, pemerintah telah menyiapkan tambahan kebutuhan anggaran melalui pengalokasian untuk program PEN 2022, yang akan berfokus pada kebutuhan penanganan kesehatan sebesar Rp 148,1 triliun dan kebutuhan anggaran untuk perlindungan masyarakat sebesar Rp 153,7 Triliun dengan rincian sebagai berikut:
Penanganan Kesehatan (Rp 148,1 triliun),
βͺ Testing, Tracing, Treatment Rp 4,5 triliun
βͺ Perawatan Pasien COVID-19 Rp 14,9 triliun (250 ribu pasien dirawat dengan cost sharing BPJS 15%)
βͺ Obat COVID-19 Rp 1 triliun (4 juta paket)
βͺ Insentif Nakes (12 bulan) : Pusat Rp 6,4 triliun dan Daerah Rp 6,1 triliun
βͺ Vaksinasi dengan anggaran pengadaan sebesar Rp 38,44 triliun
βͺ Insentif Perpajakan Vaksin Rp 2,4 triliun
βͺ Penanganan Kesehatan Lainnya di Daerah Rp 26,2 triliun
βͺ Antisipasi Kesehatan Lainnya Rp 38,7 triliun (a.l. perluasan klaim pasien 650 ribu dengan cost sharing BPJS 15%.
Perlindungan Masyarakat (Rp 153,7 triliun)
βͺ PKH untuk 10 juta KPM Rp 28,7 triliun
βͺ Kartu Sembako untuk 18,8 juta KPM Rp 45,1 triliun
βͺ Kartu Prakerja Rp 11,0 triliun
βͺ Dukungan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan Rp 5,6 triliun
βͺ BLT Desa Rp 27,2 triliun
βͺ Cadangan Perluasan Rp 36,16 triliun:
o Bansos tunai untuk 10 juta KPM Rp 12,02 triliun (6 bulan @Rp 200 ribu)
o Kartu sembako PPKM untuk 5,9 juta KPM Rp 7,1 triliun (6 bulan @ Rp 200 ribu)
o Bantuan kuota internet untuk 38,1 juta siswa dan pendidik Rp 8,1 triliun (6 bulan)
o Cadangan Perlinmas Rp 9,0 triliun
(prf/ega)