Para pengedar narkoba di lapangan biasanya orang-orang kecil yang mudah tergiur oleh iming-iming uang besar dan abai terhadap keselamatan jiwa sendiri. Sementara itu, para bandar dan jaringan internasional tetap sulit tersentuh hukum. "Bisnis narkoba tak akan selesai cuma dengan mengeksekusi mati para pelaku lapangan. Karena bisnis itu melibatkan jaringan internasional yang sangat kuat. Nggak pernah berhenti kok bisnis narkoba di dunia mana pun," kata advokat senior yang kini menjabat Duta Besar RI untuk Norwegia Todung Mulya Lubis dalam program Blak-blakan di detikcom, Jumat (13/8/2021).
Dia mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir ini, beberapa negara, seperti Belanda, Kolombia, dan beberapa negara bagian AS, mencoba melakukan dekriminalisasi narkoba. Dengan kebijakan tersebut, orang boleh mengkonsumsi narkoba hingga batas jumlah tertentu tanpa dihukum. "Dengan kebijakan ini, bisnis narkoba justru lebih bisa dikendalikan. Jadi dekriminalisasi narkoba itu mengurangi angka kejahatan narkoba," ujarnya.
Dia mengungkapkan hal itu terkait pengalamannya mendampingi terdakwa kasus narkoba 'Duo Bali Nine'. Todung mengaku butuh satu bulan untuk memutuskan menerima menjadi kuasa hukum warga Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. "Saya tidak berjuang untuk membebaskannya dari hukuman karena tahu mereka berbuat kejahatan. Pemerintah Australia juga setuju mereka dihukum seberat-beratnya tapi bukan hukuman mati," kata Todung Mulya Lubis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keduanya didakwa menyelundupkan narkoba dari Bali ke Australia pada 2005, dan dieksekusi mati sepuluh tahun kemudian. Selama delapan tahun mendampingi dua orang itu, dia jadi mengetahui kondisi dan mengenal dekat keluarga mereka. Kedua kliennya, kata Todung, berasal dari keluarga broken home dan drop-out dari sekolah.
Sebagai anak muda, mereka gampang diperdaya dengan iming-iming kesenangan dan uang. Mereka abai dengan keselamatan jiwa dan masa depannya sendiri. Pada 2015, Myuran dan Andrew dieksekusi mati setelah Presiden Joko Widodo menolak permohonan grasi mereka.
Kisah Myuran dan Andrew itu kemudian dituangkan oleh Todung Mulya Lubis dalam bentuk novel yang diberi judul, 'Menunda Kekalahan'. Judul tersebut terinspirasi dari salah satu kalimat dalam sajak 'Derai-derai Cemara' karya Chairil Anwar: "Hidup Hanya Menunda Kekalahan".
Todung Mulya Lubis mengaku menyelesaikan novel ini dalam tempo enam bulan. Ia menjanjikan, 'Menunda Kekalahan' bukan novel satu-satunya yang ditulis. Masih banyak kisah terkait isu-isu hukum yang akan ditulisnya dalam bentuk novel. "Ada beberapa yang menarik dan layak dituliskan kembali dalam bentuk novel," janjinya.
Dalam dunia penulisan, master dan doktor hukum lulusan Berkeley dan Harvard, Amerika, itu sudah menerbitkan kumpulan puisi 'Pada Sebuah Lorong' (1968), 'Sudah Waktunya Kita Membaca Puisi' (1999), dan 'Jam-Jam Gelisah' (2006). Sejak 2009. dia juga menerbitkan tiga jilid 'Catatan Harian'.
(jat/jat)