Survei KedaiKOPI: 81,7% Responden Dukung ICW soal Pencopotan Jaksa Agung

Survei KedaiKOPI: 81,7% Responden Dukung ICW soal Pencopotan Jaksa Agung

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 12 Agu 2021 16:47 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin hadiri rapat kerja bersama Komisi III DPR. Dalam raker itu DPR minta Jaksa Agung tindak lanjuti skandal impor emas Rp 47,1 triliun.
Jaksa Agung ST Burhanuddin (Rengga Sancaya/detikcom)
Jakarta -

Lembaga Survei KedaiKOPI melakukan survei opini publik tentang kinerja lembaga Kejaksaan Agung guna menyikapi beberapa kasus penegakan hukum yang sempat mencuat dan menjadi viral akhir-akhir ini. Sebanyak 81,7 persen menjawab setuju usulan ICW agar Jaksa Agung dicopot.

"Sebanyak 59,5 persen dari responden di seluruh Indonesia menganggap disparitas atau ketimpangan perlakuan yang cenderung tidak adil dalam penegakan hukum di kejaksaan sangat besar," kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo memaparkan hasil survei dalam siaran pers kepada wartawan, Kamis (12/8/2021).

Responden menilai masih ada ketidakadilan hukum yang masih tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. "Disparitas hukum dipersepsi terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia yang harus menjadi perhatian kejaksaan dan pemerintah," imbuh Kunto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, sebanyak 71,7% responden di seluruh Indonesia menganggap telah terjadi disparitas perlakuan hukum terhadap eks jaksa Pinangki Sirna Malasari. Disparitas perlakuan hukum yang dimaksud adalah tuntutan hukuman yang rendah serta tak ada pengajuan kasasi atas putusan hakim oleh jaksa penuntut umum.

Selain itu, founder KedaiKOPI yang juga analis komunikasi politik, Hendri Satrio, mengatakan 71,2% warga Indonesia menganggap tuntutan JPU terhadap Pinangki terlalu ringan, 61,6% tidak setuju terhadap absennya proses kasasi dari JPU, dan 65,6% menganggap ada perlakuan tidak adil dari Kejaksaan dalam kasus Pinangki.

ADVERTISEMENT

"Ini karena Kejaksaan dianggap melindungi anggotanya," kata Hendri.

Hendri Satrio menambahkan bahwa di dalam survei ini mayoritas publik atau 79,6% memiliki persepsi telah ada 'bantuan orang dalam' sehingga Pinangki kemudian mendapatkan hukuman yang rendah. Berangkat dari persepsi kasus Pinangki tersebut, lanjut Hendri, masyarakat menilai bahwa disparitas hukum atau pidana yang terjadi di tubuh institusi Kejaksaan se-Indonesia sangat tinggi.

"Terdapat 59,5% responden yang menganggap disparitas hukum di provinsi mereka (responden) sangat besar," tukas Hendri Satrio.

Simak 81,7 persen responden dukung permintaan ICW ke Jokowi soal copot Jaksa Agung di halaman berikutnya.

Lihat juga Video: Jaksa Agung Resmikan Pembangunan Gedung Kejagung yang Terbakar

[Gambas:Video 20detik]



Responden Dukung Permintaan ICW soal Jaksa Agung

Alasan responden memberikan penilaian adanya disparitas hukum yang besar ini terlihat dari hasil survei mengungkapkan bahwa hukum masih bersifat tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Efek lain dari skandal kasus Pinangki adalah kesetujuan masyarakat yang tinggi terhadap permintaan Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Presiden Jokowi untuk memberhentikan Jaksa Agung ST Burhanudin.

"Terdapat 81,7% responden yang setuju dengan permintaan ICW tersebut dengan alasan menurunnya performa kejaksaan (30,8%), tidak transparan dalam penanganan kasus (22,7%), dan dianggap terlibat dalam kasus Pinangki (9%)," papar KEDAIKopi.

Sedangkan 18,3% responden tidak setuju dengan permintaan ICW tersebut dengan alasan, antara lain, belum terbukti terlibat (12%) dan kinerjanya masih baik (10,5%).

"Secara umum, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinan ST Burhanudin di Kejaksaan relatif rendah, hal tersebut terlihat dari 61,8% menyatakan tidak puas akan kinerjanya memimpin institusi Kejaksaan," sambung Kunto.

"Dari hasil survei juga tampak bahwa 59,8% lapisan masyarakat menyangsikan komitmen Jaksa Agung ST Burhanudin dalam melaksanakan reformasi birokrasi di Kejaksaan," imbuh Kunto.


30,4 Responden Tak Setuju Aset Tersangka ASABRI-Jiwasraya Disita

Di lain sisi, pada penanganan kasus Jiwasraya dan ASABRI, yang menarik adalah sebanyak 30,4 persen responden tidak setuju dengan penyitaan aset yang bukan berasal dari hasil korupsi. Mereka memiliki alasan antara lain, merugikan pihak yang tidak bersalah seperti investor (49,9%) dan harus ada pemisahan aset nasabah dan aset perusahaan (12,5%).

Sedangkan dari 69,6% responden yang setuju, sebagian beralasan bahwa untuk mengembalikan kerugian negara (23,2%), menimbulkan efek jera (21,6%), dan dikembalikan kepada nasabah (20,3%).

"Yang paling penting adalah bahwa 69,1% publik menganggap pengusutan kasus Jiwasraya dan ASABRI ini telah mengganggu roda pasar saham dan investasi di Indonesia," Hendri Satrio menambahkan.

Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.

Dalam survei ini, publik juga menyoroti transparansi seleksi CPNS di Kejaksaan, terbukti 52,4% responden menyatakan kurang transparan. Lebih lanjut lagi, 62,4% publik menengarai praktik jual-beli lowongan CPNS di Kejaksaan terjadi dalam skala yang besar.

Permasalahan SDM di tubuh Kejaksaan terpotret dari persepsi responden yang sebagian besar (69,5%) menganggap jaksa atau penyidik sangat diskriminatif saat melakukan penanganan perkara. Publik juga menyoroti praktik pemaksaan pemberian hadiah dengan janji, atau suap dalam bentuk material maupun nonmaterial yang dianggap oleh 71,1% responden sangat sering terjadi.

Survei ini juga mengungkapkan bahwa 11% dari responden pernah mengalami atau mengetahui cerita adanya pelecehan seksual ketika berperkara di Kejaksaan.

"61,1% responden masih yakin ada penyidik atau jaksa memiliki integritas yang tinggi. Modal integritas ini haruslah didukung dengan institusi dan pemimpin yang kuat dan bersih sehingga bisa menegakkan hukum tanpa tebang pilih," kata Hendri Satrio.

"Namun secara keseluruhan hasil survei ini merupakan lampu kuning dari masyarakat untuk Kejaksaan," sambung Hendri.

'Survei Kata Publik Tentang Kinerja Kejaksaan' ini dilakukan secara daring oleh Lembaga Survei KedaiKOPI pada tanggal 22-30 Juli 2021 di 34 Provinsi dengan menjaring 1047 responden. Jumlah responden proporsional berdasarkan besaran populasi di setiap provinsi dengan sampel yang cenderung lebih besar laki-laki (55,2%) dari pada perempuan (44,8%), sebagian besar adalah generasi milenial dengan usia 25-40 tahun (45,5%) disusul oleh generasi Z dengan usia 17-24 tahun (31,8%) sebagai pengguna internet terbesar di Indonesia.

Tingkat pendidikan sampel survei ini relatif lebih tinggi dari pada rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu 40,8% lulusan S1 atau D4 dan 41,5% adalah lulusan SLTA atau sederajat. Survei ini didanai secara internal oleh Lembaga Survei KedaiKOPI.

Halaman 2 dari 3
(asp/aud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads