Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengulas organisasi masyarakat (Ormas) Islam turut berperan dalam perjuangan mendapatkan kemerdekaan Republik Indonesia. Ia pun berpesan agar ormas Islam, pesantren, maupun ulama untuk terus berkontribusi membangun peradaban bangsa.
Hal itu disampaikan Hidayat pada webinar dalam rangka milad ke-50 Ormas dan Pesantren Hidayatullah yang diadakan secara virtual, Minggu (8/8).
"Lahir dan merdekanya Indonesia tidak terlepas dari peranan Bapak Bangsa termasuk para ulama, pesantren, dan ormas-ormas Islam. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika ormas-ormas Islam dan pesantren, menjadi pelanjut kiprah mereka dalam memberikan sumbangsih terbaik bagi kemajuan peradaban Indonesia dan masyarakat dunia," jelas Hidayat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Ketua MPR yang akrab dipanggil HNW ini menjabarkan para ulama, pesantren, dan ormas Islam telah lama berkiprah di Nusantara. Ia menguraikan Pondok Pesantren Sidogiri yang berdiri sejak tahun 1745, begitu pula peran besar Syaikhona Kholil Bangkalan yang menjadi guru bagi para kiai pendiri pesantren dan ormas Islam dan menjadi pahlawan nasional. Begitu halnya dengan KH. Hasyim Asy'ari yang mendirikan Nahdlatul Ulama (1926), juga KH. Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah (1912).
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menyampaikan para ulama, pesantren, hingga ormas Islam tidak hanya menyampaikan ajaran ahlussunnah wal jamaah di Indonesia, melainkan juga ikut berjuang mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
"Pada hari ini masyarakat semakin mengerti, bagaimana peranan para ulama, pesantren, dan ormas-ormas Islam, dalam mewujudkan Indonesia merdeka dan menghadirkan budaya Bangsa, seperti KH Hasyim Asy'ari, KH. Wahid Hasyim, KH Mas Mansoer, Ki Bagus Hadikusumo, dan KH Abdul Kahar Muzakkir sebagai founding fathers Republik Indonesia, Resolusi Jihad, hingga perjuangan para ulama, santri, dan ormas-ormas Islam dalam menggagalkan pemberontakan PKI yang merongrong kedaulatan negara yang sah Republik Indonesia," papar Hidayat.
"Semua torehan sejarah tersebut menjadi bukti komitmen umat Islam merawat negara dan memajukan peradaban bangsa untuk disumbangsihkan bagi kemajuan peradaban dunia, sebagaimana disepakati dalam Piagam Jakarta, atas prinsip yang moderat, kooperatif, demokratis, rahmatan lil 'alamin. Bukan sebagaimana yang distigmakan oleh sebagian kalangan Islamophobia yang hari ini berusaha menghapus sejarah peran ulama, pesantren, dan ormas Islam," lanjutnya.
Hidayat menggarisbawahi kontribusi umat Islam di Indonesia bagi peradaban dunia, salah satunya dalam hal membela kemerdekaan Palestina dan penolakan terhadap penjajahan Israel. KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Wahab Hasbullah menegaskan dukungan bagi perjuangan mujahidin Palestina, baik dengan doa maupun dana, jauh sebelum Indonesia merdeka, sebagaimana tercatat pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-13 di Menes, Pandeglang, Banten, pada 12-15 Juli 1938.
"Tentu saja Hidayatullah yang selama ini bergerak membantu Palestina merdeka dan menolak penjajahan Israel, juga merupakan kelanjutan dari sikap mensejarah tersebut," urai Hidayat.
Ia pun menghaturkan ucapan selamat atas 50 tahun kiprah dakwah dan tarbiyah Pesantren dan Organisasi Hidayatullah. Hidayat menyatakan dukungan atas kiprah Hidayatullah untuk hadirnya terobosan-terobosan baru dalam bidang dakwah dan tarbiyah, seperti karakter surat-surat Makkiyyah di dalam Al-Quran yang dirujuk oleh Hidayatullah, yang salah satu ciri khasnya adalah mempergunakan ungkapan umum yang menandakan ajaran-ajaran Islam itu diperuntukkan bagi seluruh umat manusia.
Menurut Hidayat, penting juga untuk melanjutkan dengan karakter surat-surat Madaniyyah yang membahas etika interaksi di antara warga bangsa yang majemuk/plural seperti warga kota Madinah di awal Hijrahnya Rasulullah SAW.
"Prinsip umum kita dalam berdakwah, bertarbiyah, berinteraksi, dan berperilaku dengan seluruh umat manusia adalah ihsan, hikmah, dan mauizhoh hasanah (nasihat yang baik), tapi juga mujadalah (berdebat) dengan yang lebih baik. Serta prinsip membela bangsa dan negara sebagaimana ada dalam Piagam Madinah serta Perjanjian Hudaibiyah, agar dakwah dan tarbiyah betul-betul menghadirkan perbaikan bahkan kontribusi kemenangan yang berperadaban, sebagaimana menjadi penutup surat-surat Madaniyyah, yaitu surat An Nasr. Bahwa kesuksesan peradaban Islam tidak menghadirkan hal-hal yang distigmakan oleh kalangan Islamophobia seperti radikalisme, ekstremisme, terorisme, anti sosial, anti NKRI, dan lain-lain. Melainkan menjadi Rahmatan lil alamin," tutur Hidayat.
"Ini semakin relevan dan penting, terutama di masa keterbukaan informasi saat ini yang dipengaruhi cara pandang post truth, sehingga semakin banyak orang berbicara sesukanya tentang apa pun sesukanya. Dengan manhaj, visi, potensi dan pengalaman 50 tahun yang dimiliki Hidayatullah, penting bagi Hidayatullah untuk menjadi pelanjut pemberi kontribusi yang unggul untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di Indonesia, memaksimalkan potensi bangsa hingga menjadi kontributor bagi kebaikan dan peradaban dunia," tandasnya.
(mul/ega)