Makin Panjang Seteru Moeldoko Vs ICW Gegara Ivermectin

Round-Up

Makin Panjang Seteru Moeldoko Vs ICW Gegara Ivermectin

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 07 Agu 2021 08:09 WIB
Jakarta -

Seteru Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait 'promosi' obat Ivermectin dan bisnis ekspor beras belum berakhir. Pihak Moeldoko kembali melayangkan somasi untuk kedua kalinya kepada ICW.

Melalui Otto Hasibuan, pengacara Moeldoko, surat somasi kedua Moeldoko kepada ICW telah dilayangkan. Otto mengatakan Moeldoko memberikan waktu 3x24 jam untuk ICW membuktikan tuduhannya. Sebelumnya, ICW diberi waktu untuk memberikan bukti selama 1x24 jam.

"Kita berikan waktu yang cukup kepada 3x24 jam. Baik sekali Pak Moeldoko ini, dia bilang bahwa supaya ada waktu yang cukuplah. Jangan nanti dibilang kita ini sewenang-wenang, kalau 1x24 jam nggak cukup, ya kita kasih 3x24 jam. Karena bagi kita yang penting itu dia bisa membuktikan atau tidak. Jangan sembarang menuduh," ujar Otto dalam konferensi pers, Kamis (5/8/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau kemarin kami beri 1x24 jam, mungkin itu tidak cukup walaupun sebenarnya mereka sudah menyelidiki satu bulan, Pak Moeldoko bilang kasih lagi kesempatan dia, kasih kesempatan untuk bisa membuktikan apakah Pak Moeldoko yang benar atau ICW yang benar," tambahnya.

Dia mengatakan ICW perlu membuktikan di mana dan dari siapa Moeldoko mendapatkan keuntungan dalam peredaran Ivermectin. Selain itu, ICW diminta membuktikan dengan cara apa Moeldoko melakukan ekspor beras.

ADVERTISEMENT

"Pertama kapan-di mana Pak Meoldoko terlibat mendapatkan buru rente dan mendapatkan keuntungan dalam peredaran Ivermectin. Kalau ada keuntungan yang didapatkan, siapa yang memberikan untuk memberikan untung, memberikan rente kepada Pak Meoldoko. Kedua, kapan dan di mana dan dengan siapa dan dengan cara apa Pak Moeldoko bekerja sama dengan PT NoorPay melakukan ekspor beras," kata Otto.

ICW Segera Balas Somasi Kedua Moeldoko

Pengacara ICW, Muhammad Isnur, menyebut ICW telah menerima surat somasi kedua yang dikirimkan pihak Moeldoko. Menurut Isnur, ICW akan mempelajari terlebih dahulu untuk menentukan sikap.

"(Surat somasi kedua) sudah diterima oleh ICW, ada yang datang ke kantor, tadi dikasih tahu ICW," kata Isnur kepada wartawan, Jumat (6/8/2021).

Isnur menyebut ICW belum menentukan sikap untuk merespons somasi kedua itu. Pihaknya, kata Isnur, akan mendiskusikan dulu secara saksama isi surat somasi tersebut bersama dengan tim pendamping.

"Tentu kami akan baca dulu, kami pelajari dan kami akan sikapi dalam waktu cepat. Tentu ICW juga akan membuat rilis atau konpers jika memang diperlukan ya," ucapnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya:

Lalu, dia menyinggung terkait balasan ICW yang berisi klarifikasi dalam somasi pertama kepada pihak Moeldoko. Menurutnya, pihak ICW telah dua kali mengirim surat tanggapan somasi ke Moeldoko dengan mengirim e-mail dan surat tertulis langsung.

"Jadi memang di hari pertama itu kami kirim e-mail. Kami menyangka teknologinya sudah canggih, dengan itu dianggap cukup. Tapi ternyata itu nggak cukup, perlu surat hard copy gitu. Akhirnya hari kedua kami kirimkan hard copy-nya," ujarnya.

Isnur menjelaskan isi klarifikasi ICW dalam membalas somasi pertama pihak Moeldoko. Dalam klarifikasi itu, ICW menjelaskan terkait legalisasi lembaga hingga penjelasan serta bukti dari ICW soal promosi obat Ivermectin yang menyeret nama Moeldoko.

"Terkait istilah ada kemudian disampaikan salah seorang staf ICW terkait bahasa ekspor beras itu dugaannya itu yang kita klarifikasi, karena saat ini laporannya terkait PT NoorPay, HKTI Pak Moeldoko yang dimaksud ICW bukan soal ekspor beras. Tapi adalah soal pengiriman tenaga untuk dilatih kerja sama antara NoorPay dan HKTI. Jadi itu kesalahan pengucapan yang kami koreksi dalam berbagai kesempatan, baik di media televisi, baik di rilis ICW. Jadi seperti di media menggunakan hak jawab, dan mengubah redaksi. Di sini pun ICW menggunakan kesempatannya memperbaiki redaksi yang seharusnya bukan ekspor beras, tapi adalah pelatihan pengiriman tenaga kerja atau tenaga ahli," jelasnya.

ICW Nilai Moeldoko Antikritik

ICW menilai Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko antikritik. ICW meminta Moeldoko mencontoh sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut terbuka terhadap kritik.

"Karena beliau kan pejabat, KSP ya, sudah sangat banyak pejabat publik yang memberikan nasihat kepada Pak Moeldoko agar ia sebagai pejabat haruslah kemudian legowo dikritik, dan refleksi. Sehingga kemudian (terkesan) menjadi 'apa-apa membawa ke ranah hukum'," kata Isnur.

Isnur mencontohkan sikap Jokowi yang tidak antikritik yang seharusnya ditiru oleh Moeldoko. Misalnya, kata dia, saat Jokowi dilabeli 'The King of Lips Service' oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) beberapa waktu lalu.

"Pak Jokowi itu kan sebagai contoh menurut saya. Dia kan (Jokowi) pasti cerita dia sudah sangat banyak dikritik, dihina, dan lain-lain dan dia tidak bawa ini ke ranah hukum gitu," ucap Isnur.

"Kita masih ingat Pak Jokowi waktu UI memberikan stempel 'lips service', malah dia kemudian mendorong kampus untuk melindungi BEM UI. Seharusnya Pak Moeldoko sebagai Kepala KSP, yang melayani Pak Jokowi, mengambil teladan dari Pak Jokowi," tambahnya.

Dia menyebut, jika Moeldoko terus berencana memidanakan ICW gara-gara tuduhan 'promosi' obat Ivermectin dan bisnis ekspor beras, akan berdampak tidak baik. Dampaknya, kata Isnur, akan sampai kepada citra Jokowi sebagai kepala negara.

"Tentu sikap-sikap yang dilakukan Pak Moeldoko itu akan membawa juga citra Pak Presiden. Kita bisa katakan, kalau Pak Moeldoko terus berkehendak mengkriminalkan ICW dan lain-lain, itu bagian dari pembungkaman," ujarnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads