Edukasi masyarakat jadi penyebab
Penyebabnya adalah penanganan pasien yang terlambat. Selain itu, pasien terlambat datang ke rumah sakit. Pasien baru datang setelah mengalami kondisi kesehatan yang buruk, yakni dalam kondisi saturasi oksigen di bawah 94%.
"Ternyata kita lihat fakta berikutnya adalah orang masuk ke rumah sakit dulu saturasinya masih 93, 92, 90%. Sekarang orang masuk rumah sakit sudah 70% saturasinya, sudah 80%. Itu sudah telat sekali. Artinya, virusnya sudah menyebar ke dalam paru-paru dan sudah sesak," tutur Budi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab yang lebih mendasar lagi adalah kurangnya edukasi masyarakat soal persepsi terhadap COVID-19. Masyarakat punya persepsi, penyakit akibat virus Corona ini adalah aib. Padahal kematian akibat COVID-19 lebih rendah ketimbang TBC atau HIV/AIDS.
"Perkiraan kita karena edukasi masyarakat, sehingga orang takut kena COVID-19 seperti aib. Ya jangan," kata Budi.
Dia mengajak masyarakat waspada terhadap kondisi saturasi oksigen mereka sendiri. Bila saturasi oksigen di bawah 94%, segeralah pergi ke puskesmas atau dokter supaya kematian akibat COVID-19 terhindarkan.
"Begitu di bawah 94% segera kirim ke isolasi terpusat," kata Budi.
(rdp/jbr)