Koordinator Jaringan GUSDURian Alissa Wahid mengapresiasi sikap Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang mengucapkan selamat hari raya Naw-Ruz 178 EB ke komunitas Baha'i. Dia meminta diskriminasi terhadap agama Baha'i dihentikan.
Alissa mengatakan bahwa perlindungan terhadap Baha'i merupakan warisan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahin (Gus Dur).
"Agama Baha'i merupakan agama yang lahir di Persia pada tahun 1844. Menurut catatan Kementerian Agama, agama ini mulai masuk di Indonesia pada tahun 1878. Saat ini jumlah pengikut Baha'i sekitar 5.000 orang. Pada tahun 1962 Presiden Soekarno sempat melarang Baha'isme dengan Keppres No. 264," kata Alissa dalam laman GUSDURian, Minggu (1/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alissa mengatakan bahwa larangan terhadap agama Baha'i dicabut Gus Dur lewat Keppres No. 69 tahun 2000. Melalui Keppres tersebut Pemerintah Indonesia secara konstitusional mengakui keberadaan ajaran Baha'i sekaligus memperbolehkan penganutnya menjalankan kepercayaannya.
KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mempunyai perhatian yang sangat serius terhadap hak-hak berkeyakinan dan beragama, termasuk Baha'i. Pada bulan Maret 2000, saat itu masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Gus Dur hadir dalam pertemuan para penganut Baha'i di Jalan Menteng, Jakarta Pusat.
Oleh karena itu, perlindungan terhadap agama Baha'i merupakan bagian dari salah satu warisan Gus Dur. Warisan ini harus dirawat.
"Pengakuan dan perlindungan terhadap semua kepercayaan dan agama ini merupakan salah satu warisan Gus Dur yang harus dirawat dan dikembangkan sebagai bagian dari upaya kita bersama untuk menciptakan masyarakat yang adil dan non-diskriminatif. Tidak hanya terhadap umat Baha'i, Presiden Gus Dur juga bertemu dengan tokoh-tokoh agama minoritas dan aliran lainnya," tuturnya.
Terkait polemik ucapan Menag Yaqut terhadap umat Baha'i ini, GUSDURian pun menyatakan sejumlah sikap. Berikut ini isinya:
Pertama, mengapresiasi dan mendukung sepenuhnya langkah Kementerian Agama untuk membuat ucapan selamat dalam perayaan hari besar berbagai agama yang ada di Indonesia. Hal ini merupakan bukti pengakuan pada realitas keberagaman yang ada di Indonesia dan langkah yang penting untuk memberi pengakuan pada semua agama dan kepercayaan di Indonesia.
Kedua, meminta pemerintah khususnya Kementerian Agama untuk mengambil langkah lanjut dengan memberikan perlindungan dan pengayoman kepada semua agama minoritas dan kepercayaan agar dapat mempraktikkan keyakinan mereka secara bebas dari rasa takut, intimidasi, dan diskriminasi. Hal ini merupakan prinsip dari Pancasila sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Secara hukum, tidak ada satu pun perundang-undangan di Indonesia yang secara eksplisit menyatakan adanya entitas agama-agama yang diakui maupun yang tidak diakui.
Ketiga, meminta kepada semua pihak untuk tidak mempolitisasi pernyataan Menteri Agama tersebut. Pernyataan tersebut perlu dipahami dan diletakkan dalam konteks untuk membangun pengakuan, perlindungan, dan pelayanan publik kepada berbagai semua warga negara Indonesia tanpa membedakan kelompok agamanya, termasuk Baha'i, secara setara tanpa diskriminasi; sesuai dengan pasal 29 UUD 1945.
Keempat, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus merawat semangat kebhinekaan dan berupaya menghentikan diskriminasi terhadap kelompok yang berbeda, termasuk kelompok agama minoritas seperti Baha'i. Keberagaman adalah keniscayaan yang seharusnya bisa menjadi kekuatan untuk membangun peradaban.
Kelima, menghimbau semua pihak untuk mencurahkan perhatian dan tenaganya kepada upaya-upaya untuk menghadapi situasi yang mendesak seperti penanganan Covid-19 dan korupsi.