Pomdam I/Bukit Barisan (BB) menetapkan empat oknum TNI yang diduga terlibat penembakan terhadap pemimpin redaksi (pemred) media lokal Mara Salem (Marsal) Harahap di Sumatera Utara (Sumut). Satu sebagai eksekutor dan tiga berperan membantu menyiapkan senjata api yang digunakan untuk menembak Marsal.
"Dari pengembangan terhadap AS, didapatkan keterlibatan oknum-oknum anggota TNI lainnya sejumlah tiga orang," kata Pangdam I/BB Mayjen Hasanuddin saat konferensi pers di Medan, Selasa (27/7/2021).
Hasanuddin mengatakan salah satu tersangka Praka AS bertugas di Pematangsiantar. AS awalnya membeli senjata dari oknum TNI berinisial DE seharga Rp 15 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di mana alirannya AS mendapatkan senjata api jenis pabrikan ini melalui oknum DE dengan transaksi uang Rp 15 juta," tutur Hasanuddin.
Setelah dilakukan pengembangan, DE diketahui membeli senjata itu dari PMP. Proses pembelian senjata api itu melalui perantara LS. PMP dan LS juga merupakan prajurit TNI aktif.
"DE ini mendapat senpi dari PMP dengan transaksi uang Rp 10 juta dengan perantara melalui LS," ucapnya.
Setelah dilakukan pemeriksaan, dari tangan PMP ditemukan 3 senjata lain. Ditemukan juga magasin dan peluru.
"Satu pucuk senjata api rakitan berikut magasin, satu pucuk senjata api berikut magasin. Satu pucuk senjata api, dua magasin dan peluru," jelasnya.
Hasanuddin mengatakan terjadi penyalahgunaan senjata api dalam kasus ini. Maka kepada tersangka dikenakan pasal tentang penyalahgunaan senjata api.
"Pasal 1 ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Penyalahgunaan Senjata Api dan Amunisi. Ancaman hukuman adalah hukuman mati atau seumur hidup atau hukuman penjara setinggi-tingginya 20 tahun," jelasnya.
Sebelumnya, Praka AS telah ditetapkan tersangka oleh Pomdam I/BB karena diduga terlibat dalam pembunuhan Marsal. AS terancam 15 tahun penjara atas kasus ini.
"Tersangka dalam hal ini, sesuai informasi yang dikirim penyidik Polda, yaitu Praka AS (30), anggota satuan dari Siantar," tutur Hasanuddin.
"Pasal yang dipersangkakan adalah Pasal 355 ayat 1 dan 2 KUHPidana tentang penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu. Diancam pidana 12 tahun. Manakala perbuatan itu menyebabkan kematian, ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun," tambahnya.
Simak juga 'Berbaju Tahanan, Ini Wujud Oknum TNI Penginjak Kepala Warga di Papua':