Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengutuk keras pembunuhan sadis terhadap Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Labuhan Batu Utara (Labura) Sumatera Utara, H. Aminurrasyid Aruan. Ia mengapresiasi penegak hukum yang segera menangkap pelaku dan meminta untuk menjatuhi hukuman berat terhadap pelaku yang jelas bukan pengidap gangguan kejiwaan itu.
HNW menilai, hukuman tegas kepada pembunuh keji harus dijatuhkan karena tindakan sadis pembunuhan tersebut sangat meresahkan masyarakat. Terlebih, kata dia, saat ini masyarakat sedang menjadi korban mengganasnya COVID-19.
Selain itu, kata dia, hal ini sehubungan imbauan presiden dan wakil presiden yang mengajak para ulama berperan aktif membantu pemerintah dan warga mengatasi COVID-19 dan dampak-dampaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga sependapat dengan Wakil Ketua Umum MUI Pusat, Buya Anwar Abbas, yang meminta kepada aparat agar pelaku kejahatan terhadap Ketua MUI Labura itu dihukum berat.
"Ini perlu dilakukan agar kejadian sadis dan tidak berperikemanusiaan terhadap Ketua MUI dan juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama itu tidak terulang," ujar HNW dalam keterangannya, Kamis (29/7/2021).
HNW menyayangkan, peristiwa pembunuhan tersebut berawal dari teguran secara baik-baik dari Labura Aminurrasyid Aruan kepada pelaku agar pelaku tidak mencuri lagi sawit di kebunnya.
"Beliau sedang melaksanakan fungsinya sebagai ulama dan tokoh masyarakat, untuk mencegah kemunkaran dan memberikan teguran dengan cara yang sangat sopan. Tetapi beliau justru malah menjadi korban, dianiaya dengan biadab, dan dibunuh secara sadis. Ini merupakan perbuatan biadab yang meresahkan masyarakat dan tidak sesuai dengan Pancasila dan ajaran agama sehingga sewajarnya sangat diberikan sanksi hukum yang terberat," katanya.
Berdasarkan informasi yang beredar, kata Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, pelaku telah merencanakan perbuatannya dengan menyiapkan senjata tajam untuk dibawa ke rumah korban.
"Tindakannya sudah mengarah kepada pembunuhan berencana yang sanksinya bisa mencapai hukuman mati berdasarkan KUHP," tuturnya.
HNW berpendapat, meski hal ini berkaitan dengan persoalan pidana pribadi, aparat kepolisian tetap dapat memberikan perlindungan ekstra kepada ulama atau tokoh agama. Apalagi, kata dia, salah satu fungsi ulama atau tokoh agama juga membantu pemerintah dalam melaksanakan etika kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, selain menaati aturan bernegara dengan menasihati atau mengkoreksi perbuatan negatif di masyarakat.
Oleh karena itu, kata HNW, membuat posisi ulama atau tokoh agama bisa menjadi rentan. Menurutnya, tentu ada pihak-pihak yang keberatan untuk ditegur atau diingatkan untuk tidak melakukan perbuatan yang haram secara agama maupun melanggar hukum, sebagaimana yang terjadi dengan Ketua MUI Labura.
"Karena itu, perlu instrumen hukum yang bisa mengatasi persoalan ini. Seperti RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama yang sekarang menjadi Program Legislasi Nasional Prioritas di DPR. Semoga RUU ini bisa segera dibahas dan disetujui oleh DPR dan pemerintah supaya para ulama dan tokoh dari agama apa pun dapat menjalankan peran positifnya secara maksimal dan aman. Dan agar kejahatan biadab dan tak berperikemanusiaan seperti yang menimpa Ketua MUI itu tidak terulang lagi. Agar masyarakat merasa aman dan tenteram bersama para ulama dan tokoh agama mengatasi masalah COVID-19 dan dampak-dampaknya," pungkasnya.
Simak Video: Polisi Cerita Detik-detik Pembacokan Sadis Ketua MUI Labura