Sarmili, pria berpistol di Cengkareng, Jakarta Barat, yang cekcok dengan penghuni apartemen mengaku sebagai direktur di sebuah perusahaan properti. Sarmili mengaku ajukan kepemilikan senjata api itu untuk membentengi dirinya dari bahaya orang luar saat kunjungan ke luar daerah.
"Kalau saya memperoleh senjata api itu karena bertentangan karena apa kebutuhan saya sendiri pribadi karena saya sering ditugaskan perusahaan keluar daerah seperti Medan, Riau, dan daerah terpencil. Jadi karena di sana saya takut membahayakan diri saya, makanya saya mengajukan untuk pembuatan pembekalan diri saya bela diri atas nama tugas sebagai direktur," kata Sarmili saat jumpa pers di kantor PCNU Jakarta Barat, Cengkareng, Jakarta Barat, seperti dikutip, Minggu (25/7/2021).
Sarmili menerangkan perizinan kepemilikan senjata api tersebut telah dikeluarkan hampir satu tahun lamanya. Dia menyebut jenisnya adalah senjata karet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keluar izin hampir satu tahun. Senjata karet", ungkapnya.
Sarmili mengatakan senjata api ini memiliki lapisan pelindung seperti sarung. Sarmili menegaskan senjata api ini harus dibawa kemana pun dia pergi.
"Sarung dalam, hati-hati. Memang harus terbiasa, tiap hari dibawa, tidak boleh ditinggal di rumah," ucapnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan juga 'Home Industry Senpi Ilegal di Blitar Dibongkar, Produksinya Kaliber Besar':
Diketahui, kejadian ini bermula dari sebuah video yang memperlihatkan seorang pria berpistol terlibat adu mulut dengan perempuan inisial SLU, di parkiran sebuah apartemen di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam video itu, pria yang belakangan diketahui bernama Sarmili ini mengaku sebagai Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jakarta Barat, sekaligus pembina bank.
"Saya Ketua NU Jakarta Barat dan saya pembina bank (menyebut nama sebuah bank-red). Saya tidak suka dengan cara kalian semua karena kalian terlalu arogan. Ada jalur tempuh hukum. Pengacara kamu sudah bersomasi di pemerintahan dan pemerintahan sudah jawab dari bahwa di sini sudah ada izin dan berlisensi," demikian cuplikan pernyataan Sarmili yang beredar.
Peristiwa itu diketahui terjadi pada Kamis (22/7). Percekcokan itu diawali ketika SLU menanyakan terkait pembangunan portal parkiran di apartemen tersebut. Singkatnya, Sarmili menjelaskan bahwa perparkiran di apartemen yang ia kelola itu sudah mengantongi perizinan.
Pada saat perbincangan itu, Sarmili terlihat membawa senjata api di pinggang. SLU merasa terintimidasi dan sempat mengadukannya ke polisi. Sarmili sempat diinterogasi oleh polisi, namun kemudian akhirnya ia menyampaikan permintaan maaf.
"Saya H Sarmili, SH, (selaku) bendahara, dengan ucapan saya kemarin saya tidak sengaja atau refleks, atau dianggap seperti khilaf. Dan saya secara pribadi ataupun atas nama keluarga minta maaf atas ucapan saya yang viral pada video tersebut," ujar Sarmili dalam konferensi pers di kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jakarta Barat, Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu (24/7).
Dalam pernyataannya kepada awak media, Sarmili mengaku khilaf. Sarmili tidak berniat mengintimidasi atau membuat SLU merasa terancam dengan senjata api tersebut.
"Demi Allah, demi Rasulullah, tidak ada niat apa pun. Saya hanya dalam acara itu hanya mempertahankan pembenaran saya," tambahnya.
Sarmili menjelaskan, pada saat kejadian, Kamis (22/7), dirinya sedang bersih-bersih di rumah anak yatim piatu. SLU datang merekam S dan menanyakan hal-hal mengenai yatim-piatu. Karena menanyakan hal-hal di luar permasalahan sebenarnya, yakni perkara parkiran, Sarmili lalu terpancing emosi.
"Pada saat itu kejadian sesungguhnya saya pada saat itu lagi membersihkan batu rumah anak yatim-piatu. Saya divideoin dari belakang. Saya bilang sama ibu, 'Ibu, jangan videokan kami. Saya punya hak asasi manusia. Kalau Ibu memvideokan kami, ya izin dululah setidaknya sama saya'. Dia lalu berkata, 'Bangun apa? Untuk apa? Anak yatim itu apa, saya nggak kenal anak yatim', maka di situlah saya teperciklah emosi," bebernya.
Soal senjata api yang dibawa oleh Sarmili, ia menegaskan tidak dalam posisi memegang senjata tersebut.
"Di sana saya tidak menggenggam. Saya hanya ngangkat tangan. Jadi mereka melihat dari sisi samping, tidak ada menggenggam, tidak ada memegang senjata itu, bahkan ada salah satu karyawan saya yang menutupi," tuturnya.