Terdakwa Agung Sucipto alias Anggu menjalani sidang lanjutan terkait kasus suap Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Makassar. Anggu selaku kontraktor proyek mengakui telah menyuap Nurdin Abdullah Rp 2,5 miliar dan meminta majelis hakim memberinya hukuman yang ringan.
"Bahwa pada awal operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK, saya telah mengakui perbuatan dengan menyerahkan uang (Rp 2,5 miliar) kepada tersangka lain, yaitu Edy Rahmat, yang diperuntukkan untuk tersangka Nurdin Abdullah," ujar Anggu saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis (22/7/2021).
Sidang dipimpin majelis hakim Ibrahim Palino dengan anggota Yusuf Karim dan Agus Arif Nindito.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggu mengungkapkan, saat OTT KPK pada 26 Februari lalu, ada uang senilai Rp 2 miliar yang disita dari tersangka Edy Rahmat. Namun, saat diperiksa KPK, Anggu menyatakan telah memberikan uang senilai Rp 2,5 miliar kepada Edy Rahmat selaku Sekretaris Dinas PUTR Sulsel saat itu untuk diteruskan kepada Nurdin Abdullah.
"Atas informasi atau keterangan dari saya yang disampaikan kepada penyidik KPK bahwa uang yang diserahkan kepada Edy Rahmat bukanlah Rp 2 miliar, tetapi sebesar Rp 2 miliar 500 juta, sehingga penyidik kembali menginterogasi Edy Rahmat mengenai keberadaan sisa uang sebesar Rp 500 juta," ungkap Anggu.
"Akhirnya Edy Rahmat mengakui masih ada uang Rp 500 juta yang dipisahkan dengan uang Rp 2 miliar tersebut. Menurut pengakuan Edy Rahmat, dia tidak menyampaikan secara jujur kepada petugas KPK pada saat malam operasi tangkap tangan karena dirinya panik," lanjut.
Anggu mengklaim pengakuannya itu sebagai bentuk kerja sama dengan KPK selaku aparat penegak hukum, yang merupakan bagian dari upaya dia membuka kebenaran dari kasus suap Nurdin Abdullah, dan menyampaikan fakta peristiwa yang sebenar-benarnya.
Anggu lalu mengungkap alasannya tidak menghadirkan saksi yang meringankan dirinya saat sidang kasus ini.
"Bahwa secara pribadi saya meminta kepada penasihat hukum agar tidak menggunakan haknya mengajukan saksi-saksi yang meringankan dengan niat agar perkara ini segera diselesaikan dan diputuskan oleh majelis hakim dengan cepat. Niat saya tersebut merupakan bagian dari sikap kooperatif dan agar perkara ini mendapat kepastian hukum," ungkapnya.
Anggu Akui Suap Nurdin Abdullah sebagai Upaya Kompromi dengan Pejabat
Anggu mengaku telah menjadi kontraktor proyek, khususnya di bidang konstruksi pembangunan jalan, selama kurang-lebih 36 tahun lamanya. Selama itu pula, tidak mudah bagi dirinya mengambil sikap jika diperhadapkan dengan para pejabat dan kepentingan-kepentingannya.
"Bagi saya pribadi, mencoba untuk berkompromi dengan para pemangku jabatan merupakan hal yang sangat dilematis. Di satu sisi saya harus bisa mengakomodir beberapa kepentingan para pejabat. Namun di sisi lain, saya selalu memaksimalkan upaya agar menjaga hasil dan kualitas dari pekerjaan saya agar masyarakat bisa menikmati hasil yang baik dari apa yang kami kerjakan," paparnya.
Menurut Anggu, meski harus berkompromi dengan kepentingan para pejabat, namun dia juga harus tetap memperhatikan kualitas dari pekerjaan proyek yang dipegang perusahaannya.
"Oleh karena itu, sebagaimana apa yang disampaikan oleh Saksi Nurdin Abdullah maupun Saksi Edy Rahmat, pekerjaan proyek jalan yang dikerjakan oleh perusahaan saya selalu mendapatkan penghargaan karena kualitas yang baik. Bahkan tidak memerlukan biaya pemeliharaan atau perawatan sebagaimana dalam pekerjaan jalan yang dikerjakan oleh kontraktor lain," jelasnya.
Kepada majelis hakim, Anggu mengakui kesalahannya mencoba berkompromi dengan Nurdin Abdullah selaku Gubernur Sulsel saat itu untuk mendapatkan proyek jalan di Sulsel. Anggu menyebut perbuatannya itu memang tidak dibenarkan secara hukum.
"Majelis Hakim yang saya muliakan, saya sangat yakin bahwa apa pun keputusan Majelis Hakim merupakan keputusan terbaik dan seadil-adilnya bagi saya dalam penegakan hukum ini," imbuhnya.
"Tanpa mengurangi rasa hormat yang mendalam, saya tetap memohon agar bisa mendapatkan keringanan hukuman dalam perkara ini. Dan saya berjanji, ketika suatu hari nanti saya telah dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat, saya tidak akan mengulangi perbuatan saya," tuturnya.
JPU sebelumnya menuntut Anggu dihukum 2 tahun penjara. Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Dalam sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut Anggu dihukum 2 tahun penjara. JPU meyakini Anggu telah menyuap Nurdin Abdullah SGD 150 ribu serta Rp 2,5 miliar untuk mendapatkan sejumlah proyek di Sulsel. Namun Anggu dalam pleidoinya hari ini tidak menyinggung uang SGD 150 ribu yang disebut jaksa dalam dakwaan dan tuntutan.
"Kami penuntut umum menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Agung Sucipto dengan pidana penjara selama 2 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp 250 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," ujar jaksa KPK Muhammad Asri Irwan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Makassar, Selasa (13/7).
Tuntutan jaksa KPK tersebut didasarkan pada dakwaan alternatif, yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dalam pertimbangan yuridisnya, jaksa menganggap terdakwa terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam pembacaan tuntutannya, jaksa KPK menganggap ada empat unsur dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, yakni unsur seorang perseorangan, memberi atau menjanjikan, diberikan ke penyelenggara negara, hingga unsur dengan maksud penyelenggara negara itu berbuat sesuatu dengan kewenangannya sebagai penyelenggara negara.
"Keempat unsur tersebut terpenuhi semua sehingga semua unsur delik terbukti pada diri Agung Sucipto," beber Asri Irwan.