Statuta Universitas Indonesia (UI) disorot usai tak lagi melarang rektor rangkap jabatan. Jika menengok statuta kampus negeri lain, rektor dilarang keras merangkap jabatan.
Aturan larangan rangkap jabatan ini beberapa di antaranya diatur dalam statuta Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Kedua kampus ini melarang rektor atau pejabat kampusnya merangkap jabatan karena bisa menyebabkan benturan kewenangan.
Dalam PP No 65 Tahun 2013 Tentang Statuta ITB dijelaskan bahwa rektor termasuk organ dari ITB. Statuta ITB pasal 27 ayat 7 melarang rektor ITB merangkap jabatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 27
(7) Rektor dilarang merangkap:
a. jabatan pada badan hukum pendidikan lain dan Perguruan Tinggi lain;
b. jabatan pada lembaga Pemerintah atau pemerintah daerah; atau
c. jabatan yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan dengan kepentingan ITB.
Aturan serupa juga tertuang dalam PP No 66 Tahun 2013 Tentang Statuta IPB. Pasal 50 ayat 4 secara tegas melarang rektor atau wakil rektor merangkap jabatan. Dalam poin d dijelaskan bahwa jabatan yang dirangkap bisa menimbulkan pertentangan kepentingan dengan kepentingan IPB.
Pasal 50
(4) Rektor dan wakil Rektor dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
a. pimpinan atau jabatan struktural pada lembaga pendidikan tinggi lain;
b. pimpinan badan usaha di dalam maupun di luar lingkungan IPB;
c. jabatan struktural dan fungsional dalam instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah; dan/atau
d. jabatan lain yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan dengan kepentingan IPB.
Baca juga: Hujan Kritikan Rangkap Jabatan Rektor UI |
Statuta UI
Diketahui bahwa PP Nomor 75 Tahun 2021 ditandatangani Jokowi pada 2 Juli 2021 dan diundangkan Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly pada 2 Juli 2021 juga. Terbitnya PP baru itu dibenarkan Kemenkumham.
Statuta UI versi baru itu menghilangkan larangan bahwa rektor tidak boleh merangkap menjadi pejabat di BUMN/BUMD/swasta. Istilah 'pejabat' berarti meliputi komisaris juga, jabatan yang juga diemban Rektor UI, Ari Kuncoro. Kini statuta versi baru hanya melarang rektor merangkap jabatan sebagai direktur di BUMN/BUMD/swasta.
Berikut ini perubahannya:
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI
Pasal 35 Rektor dan wakil Rektor dilarang merangkap sebagai:
a. pejabat pada satuan pendidikan lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
b. pejabat pada instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah;
c. pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta;
d. anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik; dan/atau
e. pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI.
Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI
Pasal 39 Rektor dan wakil Rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai:
a. pejabat struktural pada perguruan tinggi lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
b. pejabat struktural pada instansi pemerintah pusat maupun daerah;
c. direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta; atau
d. pengurus/ anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi secara langsung dengan partai politik.
Sebelumnya, sorotan publik tertuju pada Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof Ari Kuncoro. Dia ramai diperbincangkan setelah pihak rektorat UI memanggil pengurus BEM UI (BEM UI) karena menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai 'King of Lip Service'.
Ari Kuncoro, selain menjadi Rektor UI, juga menjadi Wakil Komisaris Utama/Independen di BRI, salah satu bank BUMN di negara ini.
Kini, Statuta UI baru telah terbit, yakni PP Nomor 75 Tahun 2021, diteken Presiden Jokowi dan Menkumham Yasonna Laoly pada 2 Juli 2021.
Simak Video: Hujan Kritikan Rangkap Jabatan Rektor UI
Penjelasan Dikti
Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Prof Nizam awalnya menjelaskan UI merupakan PTNBH yang otonom. Maka dari itu, UI bisa mengelola pengajuan perubahan statuta.
"Sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Universitas Indonesia sebagai perguruan tinggi berbadan hukum (PTNBH) memiliki otonomi penuh untuk mengelola perguruan tinggi dalam bidang akademik dan nonakademik, termasuk dalam mengajukan perubahan statuta," kata Nizam saat dihubungi, Rabu (21/7/2021).
Dia menuturkan perubahan Statuta UI diinisiasi oleh pihak UI sejak 2019. Pembahasan dengan Kemendikbud-Ristek dilakukan sejak awal 2020 hingga 10 Mei 2021. Pembahasan ini melibatkan berbagai organ di dalam Universitas Indonesia, di antaranya Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, dan Dewan Guru Besar.
Statuta pada dasarnya disusun oleh pihak kampus. Maka dari itu, dia mempersilakan pihak terkait bisa mengajukan revisi kepada organ-organ dalam UI.
"Statuta pada dasarnya adalah aturan tata kelola yang diinginkan dan dirancang oleh perguruan tinggi. Tentunya tata kelola tersebut merupakan pilihan yang direpresentasikan oleh seluruh komponen perguruan tinggi. Karena itu, bila ada pihak-pihak yang memiliki masukan lebih lanjut terkait Statuta Universitas Indonesia dapat mengajukan revisi/perubahan statuta kepada organ-organ dalam Universitas Indonesia," tutur Nizam.