Penjelasan Ahli Virologi Unud soal Lonjakan Kasus COVID Saat PPKM Darurat

Penjelasan Ahli Virologi Unud soal Lonjakan Kasus COVID Saat PPKM Darurat

Sui Suadnyana - detikNews
Selasa, 20 Jul 2021 20:46 WIB
Di tengah tingginya lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia, membuat para dokter muda menjadi garda terdepan untuk merawat dan mengobati para pasien.
Ilustrasi (Foto: dok. Getty Images)
Denpasar -

Ahli virologi dan biologi molekuler dari Universitas Udayana (Unud), Bali, I Gusti Ngurah Kade Mahardika, menjelaskan lonjakan kasus COVID-19 saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Menurutnya, hal itu disebabkan oleh kondisi beberapa minggu sebelum PPKM darurat berlaku.

"Apa yang terjadi hari ini, itu adalah akibat insiden atau kejadian dua atau tiga minggu yang lalu. Bayangkan kalau dua atau tiga minggu yang lalu virusnya ada kemudian dari orang menginfeksi orang lain. Sudah ada mata rantai yang berkali-kali, baru kemudian dilakukan PPKM sehingga kasusnya masih akan tinggi," kata Ngurah Mahardika kepada wartawan secara virtual, Selasa (20/7/2021).

"Jadi peningkatan awal-awal PPKM masih naik itu sangat wajar. Karena sekali lagi itu adalah kejadian dari event dua (atau) tiga minggu yang sebelumnya. Meskipun masa inkubasi virus itu hanya tujuh hari, dia sudah mengalami mata rantai berkali-kali untuk menulari orang sehingga terjadi letupan kasus pada saat pelaksanaan PPKM," imbuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, hasil pelaksanaan PPKM darurat baru bisa dilihat sekitar tanggal 17 Agustus mendatang. Jika melihat data Worldometer, Indonesia, termasuk Bali, sebenarnya saat ini telah masuk pada gelombang kedua kenaikan kasus COVID-19. Gelombang kenaikan kasus COVID-19 sebelumnya telah terjadi pada Desember 2020 hingga Januari 2021.

"Kalau dilihat polanya, nah ini kita ini (mengalami) gelombang kedua. Kita jujur mengatakan, satu setengah tahun dikasih waktu oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa untuk memperbaiki sistem penanggulangan pandemi, kita lalai, kita tidak belajar," terangnya.

ADVERTISEMENT

Kemudian, kasus COVID-19 di Bali selalu representasi dari Pulau Jawa. Biasanya kejadian di Bali mengalami delay sekitar 1 sampai 2 minggu dibandingkan dengan di Jawa. Misalnya, kejadian rumah sakit yang kewalahan sekitar dua minggu yang lalu di Jawa, kini terjadi di Pulau Dewata.

"Ya artinya selalu begitu, dari dulu saya amati, mundur setelah beberapa minggu. Apa yang terjadi di Jawa terjadi juga di Bali," paparnya.

Siapkan Rumah Sakit Darurat

Di sisi lain, Ngurah Mahardika meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk membangun rumah sakit darurat atau fasilitas kesehatan khusus untuk pasien COVID-19. Fasilitas kesehatan itu harus dipersiapkan, meskipun biaya pengadaannya cukup mahal.

"Jadi kesiapan untuk menghadapi next gelombang yang saya prediksi kembali akan terjadi bulan Desember 2021 sampai Januari 2022, itu siapa tahu harus kita buatkan skenario kalau seandainya terjadi, rumah sakit sudah siap dan sekarang kebutuhan utama adalah oksigen misalnya, bagaimana oksigennya itu memenuhi kebutuhan," tuturnya.

Dirinya juga mengkritisi pemerintah Indonesia termasuk di Bali yang lalai tidak mau belajar dari kejadian sebelumnya, termasuk pihak rumah sakit. Sebab, banyak tenaga kesehatan yang dikontrak oleh rumah sakit, tetapi ketika kasus menurun sedikit, nakes tersebut langsung dipulangkan. Hasilnya ketika kasus kembali naik, rumah sakit kewalahan.

"Jadi ini harusnya jangka panjang, kalau tyang (saya) sih persiapan rumah sakit darurat itu sangat diperlukan. Dan saya kira tidak perlu membangun baru. Jadi cukup menggunakan fasilitas hotel mirip dengan penanggulangan SARS di Singapura tahun 2002 dengan mengontrak hotel tertentu. Saya kira untuk sekarang hotel yang terbengkalai itu semestinya digunakan, apalagi mirip pemerintah," jelasnya.

(isa/isa)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads