Satgas COVID-19 memaparkan laporan perkembangan Corona (COVID-19) di Indonesia sejak berlakunya kebijakan pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di awal pandemi hingga berlakunya PPKM darurat. Satgas mengatakan pemerintah masih berupaya menekan kasus Corona.
Hal itu disampaikan oleh jubir Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito saat konferensi pers yang disiarkan di YouTube Setpres, Selasa (20/7/2021). Wiku awalnya menjabarkan Indonesia sudah melakukan empat kali melakukan pengetatan dan berhasil menurunkan angka kasus. Namun, ketika pemerintah melakukan relaksasi atau pengenduran aturan pembatasan masyarakat, kasus kembali naik.
"Namun, saat relaksasi selama 13 sampai 20 minggu, kasus kembali meningkat hingga 14 kali lipat. Hal ini perlu menjadi refleksi penting pada pengetatan yang saat ini dilakukan," ujar Wiku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiku mengatakan PPKM darurat yang sudah berjalan selama 2 minggu sudah terlihat hasilnya, yakni menurunnya BOR di Provinsi Jawa-Bali, serta mobilitas penduduk yang menunjukkan penurunan. Namun penambahan kasus Corona masih terjadi di masa pengetatan ini.
"Hingga saat ini kasus masih mengalami peningkatan hingga dua kali lipat dengan jumlah kasus aktif 542.938, atau 18,65 persen. Tentunya kenaikan tidak terlepas bahwa varian of concern atau beberapa varian COVID saat ini yang telah masuk ke Indonesia, khususnya varian Delta yang telah mencapai 661 kasus di Pulau Jawa-Bali," jelas Wiku.
Wiku menjelaskan hingga saat ini pemerintah terus berusaha melakukan pengetatan dan membatasi mobilitas warga dengan berbagai cara. Namun Wiku mengatakan Indonesia tidak bisa terus-menerus melakukan pengetatan karena akan berdampak pada ekonomi.
"Namun upaya tidak akan cukup dan pengetatan tidak bisa dilakukan terus-menerus karena membutuhkan sumber daya yang sangat besar dengan risiko korban jiwa yang terlalu tinggi serta berdampak pada ekonomi," jelasnya.
Menurut Wiku, perlu adanya relaksasi kebijakan terkait pengetatan. Namun Satgas meminta masyarakat memperhatikan beberapa catatan agar relaksasi berjalan efektif dan tidak seperti sebelumnya yang memicu kenaikan kasus.
"Tentunya pada suatu titik kita harus kembali melakukan relaksasi, penanganan COVID-19 dapat berhasil dan efektif apabila saat keputusan relaksasi diambil, keputusan tersebut dipersiapkan dengan matang dan adanya komitmen dalam melaksanakan kebijakan atau kesepakatan dari seluruh unsur pemerintah dan masyarakat. Kedua hal ini menjadi kunci terlaksananya relaksasi yang efektif dan aman serta tidak memicu kasus kembali melonjak," katanya.
Wiku menyebut masyarakat sering kali menilai relaksasi itu keadaan aman. Itu yang menyebabkan kasus Corona kembali meningkat.
"Cara ini adalah cara yang murah, dan mudah, dan dapat terus dijalankan dengan berbagai penyesuaian masyarakat. Sayangnya, melalui pembelajaran yang ditemui di lapangan selama ini, keputusan relaksasi tidak diikuti dengan sarana prasarana, fasilitas pelayanan kesehatan dan pengawasan protokol kesehatan yang ideal. Selain itu, relaksasi disalah artikan sebagai keadaan aman, sehingga protokol kesehatan dilupakan dan penularan kembali terjadi di masyarakat dan menyebabkan kasus kembali meningkat," lanjutnya.
Lihat juga Video: Pertimbangan Pemerintah Batasi Aktivitas Masyarakat Saat Idul Adha