Dewan Pengawas (Dewas) KPK menjatuhkan sanksi kepada dua penyidik bansos Corona (COVID-19). Dua penyidik bansos Corona itu dinyatakan bersalah melanggar kode etik Dewas KPK.
Kedua penyidik itu adalah M Praswad Nugraha dan M Nor Prayoga. Keduanya dinyatakan bersalah melanggar Peraturan Dewan Pengawas KPK.
"Mengadili, menyatakan para terperiksa, I Mochammad Praswad Nugraha, II Muhammad Nor Prayoga bersalah melakukan pelanggaran kode dan pedoman perilaku berupa perundungan dan pelecehan terhadap pihak lain di dalam dan di luar lingkungan kerja. Menghukum para terperiksa I Mochammad Praswad Nugraha dengan sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10% selama enam bulan. II Muhammad Nor Prayoga dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis I dengan masa berlaku hukuman selama tiga bulan," ujar anggota Dewas KPK, Harjono saat memimpin sidang etik, Senin (12/7/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praswad dan Prayoga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 6 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Adapun bunyi pasal 6 di peraturan Dewas KPK sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Keadilan,setiap Insan Komisi wajib:
a. mengakui persamaan derajat dan menghormati hak serta kewajiban terhadap setiap Insan Komisi;
b. memenuhi kewajiban dan menuntut hak secara berimbang;
c. menerapkan prinsip kesetaraan di hadapan hukum;
d. memberikan kesempatan yang sama tanpa membeda-bedakan agama, suku, kemampuan fisik, atau jenis kelamin untuk pengembangan karir dan kompetensi
Insan Komisi;
e. bersikap tegas, rasional, dan transparan dalam pengambilan keputusan dengan pertimbangan yang obyektif, berkeadilan, dan tidak memihak;
f. memberikan akses informasi yang sifatnya terbuka kepada publik sesuai dengan peraturan perundang undangan.
(2) Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Keadilan, setiap Insan Komisi dilarang:
a. bersikap diskriminatif atau menunjukkan keberpihakan atau melakukan pelecehan terhadap perbedaan ras, jenis kelamin, agama, asal
kebangsaan, kemampuan fisik atau mental, usia, status pernikahan atau status sosial ekonomi dalam pelaksanaan tugas;
b. bertindak sewenang-wenang atau melakukan perundungan dan/atau pelecehan terhadap Insan Komisi atau pihak lain baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja.
Praswad dan Prayoga dinyatakan melanggar Pasal 6 ayat 2 huruf b karena dinilai melakukan perundungan atau pelecehan kepada salah satu saksi bansos Corona, Agustri Yogasmara alias Yogas. Keduanya dinyatakan melakukan perundungan saat menggeledah rumah Yogas dan memeriksa Yogas saat diperiksa sebagai saksi di gedung KPK.
"Menimbang berdasarkan uraian tersebut di atas ternyata para terperiksa pada waktu proses penggeledahan dan pemeriksaan di gedung KPK telah mengucapkan kata-kata, dan bahasa tubuh atau body language yang tidak pantas, dan termasuk perbuatan tercela sehingga menurut pendapat majelis para terperiksa telah melakukan perundungan dan pelecehan terhadap saksi di luar dan di dalam lingkungan kerja, sehingga dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 2 huruf b Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK, terpenuhi," tutur anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris.
Adapun kalimat yang diucapkan Praswad dan Prayoga sebagai berikut:
Saat penggeledahan di rumah Yogas 12 Januri 2021;
Terperiksa: sekarang tinggal milih, kamu atau iman yang mlebu (masuk) penjara
Pak RT: setahu saya bapak yogas ini dikenal baik
dijawab: pak koruptor itu baik semua pak, yang ditahan, yang kita tahan, percaya deh soleh semua, tapi kalau masalah duit, orang jadi beda
Praswad: elu siapa? Emangnya elu siapa? sampai ada orang datang ke sini beli 3 juta paket
Prayoga: sakit bos, elu bisa dipecat dari Bank Muamalat dan hartamu semua habis disita
Praswad: kita geledah kantornya di Bank Muamalat, dilanjutkan 'gua hancurin hidup lu sampai ke ujung langit gua kejar'
Praswad: woi lu sekolah nggak sih? Lu sekolah nggak? Gua tanya, lu sekolah dulu makanya
Praswad: bapak dapat bansos nggak kemarin? Pak RT menjawab 'Alhamdulillah dapat, di balas 'tahu nggak bansos yang bapak dapat itu dari itu orang ini nih yang main', berikutnya 'makanya lu jangan bolos dulu waktu kecil, jadi bego, ini orang gila apa ya'
Praswad: ini pak, orang yang nggak tahu diri ini, lu ini pegang 3.600.000 paket, gila, tiba-tiba orang se-Indonesia beli paket ke lu 3.600.000 paket, gila apa, elu siapa? Ini orang gila apa, sarap, gila orang ini, orang gila orang ini, lu kalau datang apa ini... ucuk-ucuk, gila apa kau, datang-datang minta paket, lu sadar gak sih udah goblok bener setengah jam ini, gua bilang deh sama orang ini, orang ini gila deh
Bahwa di samping kata-kata yang diucapkan para terperiksa juga menunjukkan bahasa tubuh language gesture antara lain terperiksa duduk dengan mengangkat kaki, terperiksa I menunjuk saksi Agustri Yogasmara, terperiksa II menunjuk pelipis kepalanya sendiri sambil mengucapkan 'mikir', dan terperiksa I memegang mobil-mobilan dan menunjukkan kepada saksi Agustri Yogasmara sambil mengucapkan kata-kata 'sini mulutmu gue masukin'.
Percakapan di ruang pemeriksaan di gedung KPK pada 13 Januari 2021:
Dewas mengatakan saat itu Yogas diperiksa terperiksa I (Praswad) selaku penyidik KPK sejak pukul 14.00 WIB sampai 19.00 WIB di ruang lantai 2 Gedung KPK Merah Putih. Bahwa saat pemeriksaan tersebut para terperiksa kepada saksi Yogas mengeluarkan kata-kata ke saksi sebagai berikut:
- elu gue benturin kepala lu ke dinding,
- bodo amat lah, mati aja lu
- gila, edan, woi
- lu lebih pinter dari gue sih
- ini harus masuk penjara
- siapa lu? Setan
- gila apa lu, nggak usah sok kepinteran lu ntar gue lempar pakai handphone kepala lu
- woi lu ini, kalau ini polsek, gue buat lu pincang, bener, untung lu ketemu gue di KPK
- apaan lu mau ngelawan gue? Lu nggak usah sok-sok kerasan sama gue, mampus lu sama gue, mati gue buat
- gue nggak peduli setan, oh wong edan ini, gara-gara itu lu jadi tersangka nggak juga, lu nggak akan lepas dari tersangka, gue janji lu nggak akan lepas
- gue bukan tukang tipu, gue nggak pernah nipu, lu sampain semua tukang tipu kaya lu sih
Halaman selanjutnya soal respons penyidik.
Simak Video: Dewas KPK Sidang Etik 2 Penyidik yang Tangani Kasus Korupsi Bansos
Respons Penyidik Bansos
Salah satu penyidik bansos yang angkat bicara adalah Praswad, yang dijatuhi sanksi sedang. Praswad mengatakan bahwa tindakannya itu adalah bagian dari teknik interogasi penyidikan.
"Peringatan tersebut muncul sebagai upaya kami untuk menghentikan adanya ancaman yang dilakukan oleh Agustri Yogasmara terhadap saksi lainnya, serta teknik-teknik interogasi dalam penyidikan," kata Praswad kepada wartawan, Senin (12/7/2021).
Praswad mengatakan, saat Dewas KPK membacakan putusan vonisnya, terdapat beberapa kata yang dilepaskan dari konteks secara keseluruhan. Konteks yang dimaksud Praswad adalah suasana dan intonasi komunikasi, latar belakang sebelum kejadian, dan upaya peringatan kepada saksi untuk tidak berbohong.
"Dalam pembacaan putusan terdapat potongan kata-kata kami yang dilepaskan dari konteks kejadian secara keseluruhan. Beberapa potongan yang dilepaskan dari konteks antara lain, yang pertama, adalah suasana dan intonasi saat komunikasi tersebut dilakukan," kata Praswad.
"Kemudian, latar belakang dialog yang terjadi 3-4 jam sebelumnya. Ketiga, upaya peringatan agar saksi tidak melanggar pasal pemidanaan karena memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan barang bukti lainnya," sambungnya.
Selanjutnya, Praswad menganggap kejadian ini bukan hal yang baru pada KPK. Hal itu, menurutnya, merupakan sebuah risiko dalam membongkar kasus bansos yang jumlah anggarannya cukup masif.
"Serangan balik terhadap upaya pemberantasan korupsi bukanlah hal baru terhadap KPK sehingga laporan terhadap kami bukanlah hal baru dan merupakan risiko dari upaya kami membongkar kasus korupsi paket sembako bansos dengan anggaran Rp 6,4 triliun, yang dilakukan secara keji di tengah bencana COVID-19," ujarnya.
Terkait sanksi sedang berupa pemotongan gaji sebesar 10 persen selama 6 bulan, Dia menganggap sanksi tersebut tidak sebanding dengan kerugian akibat kasus korupsi bansos yang menjerat mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara.
"Bahwa kami menegaskan hukuman terhadap kami bukanlah sesuatu yang luar biasa dibandingkan dengan penderitaan dari para korban bansos, korban PHK, rekan-rekan disabilitas," ujar Praswad kepada wartawan, Senin (12/7/2021).
"Para korban tersebut merupakan rakyat yang dirampas hak-haknya dengan cara melawan hukum dan tidak manusiawi akibat korupsi bansos COVID-19," sambungnya.
Praswad berharap kejadian ini tidak terulang terhadap rekan-rekan penyidik KPK lainnya. Sebab, upaya dia dan rekan lainnya merupakan bentuk perjuangan membongkar kasus korupsi yang besar.
"Bahwa kami berharap agar tidak ada lagi rekan-rekan kami lainnya, baik pegawai maupun para penyidik KPK yang menjadi korban atas upaya dan perjuangannya membongkar perkara mega korupsi yang ada di Indonesia," kata Praswad.
Lebih lanjut, Praswad memohon kepada Dewas KPK agar konsisten dalam menentukan keadilan dalam pelanggaran etik di lingkungan KPK.
"Kami mohon Dewas KPK secara konsisten dapat menjadi lentera keadilan terhadap berbagai dugaan pelanggaran etik serta tindakan koruptif yang benar-benar merusak KPK dan merusak Indonesia," katanya.