Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan untuk mewujudkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak secara menyeluruh harus dengan strategi politik yang tepat dan membutuhkan dukungan semua pihak. Hal ini penting agar tidak timbul frasa atau pasal yang multitafsir dalam penyusunan rancangan undang-undang.
"Saat ini draf Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sudah di Badan Keahlian DPR untuk disempurnakan, kemudian dipresentasikan untuk dimintakan tanggapan setiap fraksi," ujar Lestari dalam keterangannya, Kamis (8/7/2021).
Menurutnya, masuknya RUU PKS dalam proses politik di parlemen harus diantisipasi dengan baik oleh semua pihak yang peduli terhadap penghapusan kekerasan seksual di tanah air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia berpendapat lobi-lobi di tingkat fraksi harus segera dilakukan untuk memberikan pemahaman yang utuh, terkait frasa atau pasal-pasal yang masih menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan fraksi.
"Jika secara teknis fraksi-fraksi sudah memahami pentingnya kehadiran UU Penghapusan Kekerasan Seksual di tanah air, secara politik juga harus dipastikan mayoritas fraksi di parlemen mendukung undang-undang tersebut," jelasnya.
Dia menilai upaya ini tentu akan menghadapi banyak tantangan mengingat saat ini kita sedang berupaya keras mengendalikan penyebaran COVID-19 di tanah air.
Ia berharap RUU PKS bisa tuntas dibahas tahun ini menjadi undang-undang.
"Mengingat kekerasan terhadap perempuan dan anak di masa pandemi COVID-19 ini, semakin memprihatinkan," tekannya.
Untuk diketahui, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada 2020 yakni sekitar 7.191 kasus. Sementara pada tahun yang sama total kasus kekerasan pada anak dan perempuan mencapai 11.637 kasus.
Berdasarkan pelaporan pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMPONI PPA) tahun ini hingga 3 Juni 2021 terdapat 3.122 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari data tersebut, angka kekerasan seksual masih mendominasi.
(akd/ega)