Tiga petinggi perusahaan dari 2 perusahaan non-esensial ditetapkan tersangka karena melanggar PPKM darurat. Ketiganya mengaku mengetahui adanya informasi aturan PPKM darurat, namun memilih bersikap abai.
"Hasil pemeriksaannya mereka tahu soal PPKM darurat ini. Mereka akui kesalahan, mempekerjakan tetap ya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (7/7/2021).
Kedua perusahaan yang ditindak adalah PT DPI di Tanah Abang, Jakarta Pusat dan PT LMI di daerah Sudirman, Jakarta Selatan. Dari dua perusahaan tersebut, polisi menetapkan petinggi tiap perusahaan itu menjadi tersangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Yusri, dua orang petinggi perusahaan dari PT DPI telah jadi tersangka. Dua orang itu berinisial ERK dan AV, yang masing-masing merupakan direktur utama dan manajer HR PT DPI.
Sementara itu, polisi juga telah menetapkan CEO PT LMI inisial SD menjadi tersangka. SD dinilai bertanggung jawab dalam meminta karyawannya untuk tetap masuk ke kantor, padahal perusahaannya tidak termasuk ke dalam sektor esensial dan kritikal.
Saat dimintai keterangan polisi alasan tetap memaksa karyawannya masuk ke kantor di tengah aturan PPKM darurat, ketiganya menjawab jawaban serupa. Ketiganya hanya mementingkan bisnis perusahaannya.
"Arahnya adalah supaya perusahaan untuk tetap berjalan. Sekali lagi ini bukan untuk menyusahkan tapi menyelamatkan. Non-esensial sudah di rumah saja," jelas Yusri.
Ketiganya tidak dilakukan penahanan oleh polisi mengingat ancaman pidana di bawah lima tahun. Tiga tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 juncto Pasal 55 dan 56 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit dengan ancaman satu tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Selanjutnya, ada 103 perusahaan non-esensial dan kritikal yang melanggar.