Selama hidupnya, mantan Menteri Penerangan Harmoko dikenal dekat dengan Presiden Soeharto. Meskipun begitu, Harmoko termasuk orang yang turut mendorong Soeharto untuk mundur.
Terpilihnya Harmoko tak lepas dari jabatannya sebagai Ketua Umum Golkar pada 1993. Menteri Penerangan tiga periode itu ditunjuk memimpin MPR pasca-Pemilu 1997. Tentu saja atas restu Soeharto. Ternyata pilihan itu jadi bumerang bagi penguasa Orba tersebut.
Saat sejumlah kerusuhan meledak akibat krisis ekonomi, pemerintahan Presiden Soeharto di bawah tekanan besar massa. Pada 16 Mei 1998 pagi, Harmoko pun membawa para pimpinan DPR ke Istana Merdeka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu Soeharto menyaksikan anak didiknya itu berpaling. Harmoko meminta Presiden Soeharto mundur. Dalam sebuah wawancara dengan detikcom sekitar 10 tahun lalu, Harmoko mengungkapkan pernyataannya pada Soeharto. "Rakyat memohon Bapak untuk mengundurkan diri," ujar Harmoko. Soeharto menjawab, "Silakan. Terserah fraksi-fraksi di DPR."
Harmoko kemudian menyatakan kepada pers, Wakil Ketua dan Ketua Dewan setuju menggelar sidang paripurna pada 19 Mei 1998.
Sejumlah tokoh turut diundang ke Istana untuk berdiskusi soal masalah ini. Mereka adalah Emha Ainun Nadjib, Megawati, Amien Rais, Yusril Ihza Mahendra, Nurcholis Madjid, dan tokoh lainnya. Hingga hasilnya, pada hari Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan dirinya melepaskan jabatannya sebagai presiden.
"Saya memutusken untuk menyataken berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia terhitung sejak saya bacaken pernyataan ini, pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998," ucap Presiden Soeharto kala itu.
Pidato bersejarah Soeharto tersebut tak terlepas dari peran Harmoko.
Tonton video 'Eks Menteri Penerangan Harmoko Tutup Usia':