Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengungkapkan data harian pemakaman protap COVID-19 menembus angka 300 jenazah. Sekitar 10 persen di antaranya meninggal saat menjalani isolasi mandiri di rumah.
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama mengungkap data kematian per 2 Juli 2021 mencapai 396 orang. Dari ratusan jenazah yang dimakamkan, 45 orang di antaranya meninggal di kediamannya.
"Dua hari lalu, itu yang meninggal, yang suspect dan positif itu 396 orang dalam sehari. Di mana 45-nya meninggal di rumah, sekitar 10 persennya meninggal di rumah," kata Ngabila di webminar, Minggu (4/7/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ngabila menduga 45 orang yang meninggal di rumah hanya dinyatakan positif COVID-19 berdasarkan tes rapid antigen. Mereka, sebutnya, tidak melanjutkan pengetesan PCR.
Akibatnya, petugas pun terlambat dalam menangani warga yang terpapar COVID-19.
"Artinya orang yang mungkin baru rapid antigen dan hasilnya positif atau tiba-tiba dia happy hypoxia, awalnya bagus tiba-tiba saturasi oksigen ada di bawah 85 persen dan dia sesak mendadak dan akhirnya dia meninggal. Ada sekitar 10 persen," jelasnya.
Ngabila menyadari DKI saat ini hanya menghitung kasus positif COVID-19 berdasarkan pengetesan PCR. Oleh karena itu, dia meminta warga tidak meremehkan hasil rapid antigen yang dinyatakan positif. Dia meminta Satgas COVID-19 setempat menggencarkan deteksi dini.
"Jadi, sedini mungkin kita kenali yang bergejala, yang antigennya positif. Karena di DKI itu kriteria zonasinya A, artinya yang positif yang dirilis itu hanya yang PCR positif. Karena kapasitas PCR seharinya bisa 70.000. Artinya tidak ada alasan jika rapid antigen tidak dilakukan pemeriksaan PCR," tegasnya.
Dia mengatakan saat ini warga bisa menjalani tes PCR di 117 laboratorium di Jakarta. Bahkan, bisa di puskesmas tanpa biaya asalkan hasil rapid antigennya dinyatakan positif.
"Jadi teman-teman, sebisa mungkin antigen positif langsung PCR. Karena antigen itu, dari 95 persen antigen positif, pasti hasil PCR positif. Tetapi antigen negatif, belum tentu PCR-nya negatif, jadi karena antigen dengan alat dan digandakan berkali-kali karena memang dia sifatnya untuk mendiagnosis. Jadi kita deteksi sedini mungkin, kita isolasi sedini mungkin sehingga dia tidak menyebar," ujarnya.
(imk/imk)