Tuntutan Ringan ke Edhy Prabowo Diyakini Bukti Pemberantasan Korupsi Turun

Tuntutan Ringan ke Edhy Prabowo Diyakini Bukti Pemberantasan Korupsi Turun

Luqman Nurhadi Arunanta - detikNews
Rabu, 30 Jun 2021 15:32 WIB
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo hadir langsung di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta. Hari ini, untuk pertama kali Edhy Prabowo hadir langsung di ruang sidang terkait kasus ekspor benur.
Foto ilustrasi Edhy Prabow bermasker biru. (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Jaksa KPK telah membacakan tuntutan kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus suap ekspor benih lobster (benur). Alih-alih dituntut hukuman bui tinggi, Edhy Prabowo hanya dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Edhy Prabowo diyakini jaksa terbukti menerima uang suap yang totalnya mencapai Rp 25,7 miliar dari pengusaha eksportir benur. Edhy menerima suap melalui beberapa anak buahnya, yakni Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Budi Daya Lobster, Andreau Misanta Pribadi, dan Safri selaku stasfus Edhy dan Wakil Ketua Tim Uji Tuntas, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy Iis Rosita Dewi, serta Sidwadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) dan pemilik PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

"Menuntut agar majelis hakim dapat memutuskan, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa 5 tahun dan pidana denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar jaksa KPK Ronald Worotikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jaksa mengatakan Edhy dkk menerima uang sebesar Rp 25,7 miliar dari pengusaha benur. Uang ini berkaitan dengan izin ekspor benur. Jaksa juga mengatakan uang USD 77 ribu didapat Edhy Prabowo dari Direktur PT DPPP, Suharjito.

Edhy diyakini mengambil untung dengan cara menaruh dua orang representasinya sebagai komisaris perusahaan kargo, PT ACK. Keduanya dipinjam namanya oleh Edhy agar mendapat untung dari ekspor benur.

ADVERTISEMENT

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Universitas Andalas Feri Amsari menilai ada tren penurunan pemberantasan korupsi di balik tuntutan ringan terhadap Edhy Prabowo.

"Pada dasarnya ini kita lihat sebagai tren dari semangat pemberantasan korupsi yang turun luar biasa di era Presiden Jokowi yang kemudian menurut saya memengaruhi juga pilihan-pilihan kejaksaan dalam menuntut terdakwa kasus korupsi. Kalaulah semangat pemberantasan korupsinya tinggi tentu jaksa akan diperintahkan presiden untuk menuntut para terdakwa kasus korupsi seberat-beratnya hukuman," kata Feri, Rabu (30/6/2021).

Feri menaruh harapan kepada majelis hakim agar menjatuhkan vonis seberat-beratnya kepada Edhy. Namun, berkaca pada kasus jaksa Pinangki, Feri menilai rasanya sulit hal itu terwujud.

"Kalau lihat tren Pinangki kemarin ya kita juga akan ragu jangan-jangan nanti hakim malah memberikan sanksi yang juga ringan. Jadi ini terkait tren upaya pemberantasan korupsi yang anjlok di bawah kepemimpinan Jokowi melalui pihak kejaksaan," ujarnya.

Feri AmsariFeri Amsari (Andi Saputra/detikcom)

Selanjutnya, kata Pukat UGM Zaenur Rohman:

Simak Video: Jaksa Minta Duit Bank Garansi Ekspor Benur Rp 51,7 M Dirampas Negara

[Gambas:Video 20detik]



Feri melihat KPK di era Firli Bahuri tidak mempunyai sistem yang mendukung upaya pemberantasan korupsi. Hal itu terlihat dari tren tuntutan jaksa KPK terhadap kasus korupsi yang terus menurun.

"Saya duga dengan suatu sistem yang tidak mendukung pemberantasan korupsi dengan Ketua KPK yang seperti ini, tentu ada ruang-ruang transaksi politik lebih dikedepankan dibandingkan upaya pemberantasan korupsinya, terutama di era Pak Firli yang lemah ini," ungkapnya.

"Saya yakin kalau kita lihat dari beberapa trennya semenjak kepemimpinan Pak Firli upaya penuntutan itu kian lama kian lemah, dari dulu trennya 10-18 tahun sekarang menjadi turun luar biasa," tambahnya.

Secara terpisah, peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan tuntutan ringan jaksa KPK terhadap Edhy Prabowo menimbulkan tanda tanya. Zaenur menilai ada kesan KPK bercanda dan tidak serius memberantas korupsi.

"Tuntutan tersebut sangat ringan menimbulkan tanda tanya, ada apa dengan KPK? Kesannya KPK bercanda dan tidak serius memberantas korupsi," kata Zaenur.

Zaenur menyebut sebenarnya KPK bisa menggunakan tuntutan maksimal seumur hidup atau 20 tahun jika menggunakan dakwaan Pasal 12 huruf a UU Tipikor. Dia menilai tuntutan ringan tidak sesuai dengan apa yang didakwakan terhadap Edhy.

"Biasanya tuntutan ringan seperti 5 tahun penjara untuk pelaku dengan level jabatan rendah dan nilai suap kecil. Sedangkan untuk terdakwa Edhy Prabowo jabatannya sangat tinggi, yaitu menteri dan nilai suapnya juga sangat besar mencapai puluhan miliar," ucapnya.

Zaenur mengatakan seharusnya korupsi level menteri bisa dituntut tinggi. Hal ini, lanjutnya, dimaksudkan untuk memberikan efek jera.

"KPK dalam kasus-kasus menteri lain yang terjerat korupsi juga biasa menuntut tinggi. Akibat rendahnya tuntutan pidana kepada Edhy Prabowo ini menghilangkan efek jera dalam pemberantasan korupsi. Para pejabat bisa semakin berani melakukan korupsi, karena risikonya rendah dibandingkan nilai korupsinya," kata Zaenur.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads