Medan - Karena masalah sengketa lahan masih belum juga tuntas setelah puluhan tahun, masyarakat Desa Pergulaan, Kec. Sei Rampah, Kab. Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Sumut), akhirnya mengambil alih lahan ahan yang kini dikuasai PT PP London Sumatera (Lonsum) Tbk. Untungnya tidak terjadi bentrok dengan polisi dan pihak perkebunan. Aksi ambil-alih itu dilakukan sejak sekitar 300 warga sejak Senin dinihari (20/3/2006). Mulai pukul 05.00 WIB, masyarakat Desa Pargulaan mendatangi aeal perkebunan yang dikuasai Lonsum yang berada di Dusun IV desa tersebut. Mereka mendirikan tenda dan mencangkuli lahan, dan menanam palawija berupa jagung, pisang, dan ubi kayu. "Aksi pada hari ini terpaksa kita lakukan, karena tanah yang menjadi tumpuan mata pencarian warga desa ini tidak juga berhasil kami peroleh dengan cara hukum, padahal merupakan hak kami. Sejauh ini upaya mengikuti jalur hukum yang kita tempuh ternyata tidak menunjukkan hasil yang kita harapkan. Cuma ini yang bisa kita lakukan," kata Lasani, 66 tahun, warga desa Pargulaan yang tergabung dalam Badan Perjuangan Masyarakat Pergulaan. Menurut Lasani, aksi pada hari Senin ini akan merupakan hari pertama aksi dan akan terus dilakukan hingga areal seluas 165,6 hektar yang dikuasai secara sepihak oleh Lonsum dapat diperoleh kembali oleh rakyat. Hingga Senin sore warga menyatakan sudah mengambil alih sekitar 15 hektar areal yang berada di Dusun IV Desa Pergulaan. Sejumlah polisi dari Polsek Sei Rampah yang mencoba menghentikan aksi warga akhirnya membubarkan diri setelah melakukan negosiasi sehingga tidak sempat terjadi bentrokan. "Kita tidak merusak tanaman milik PT Lonsum, hanya menanam palawija di sela-sela pohon. Ini merupakan itikad baik kita. Maka PT Lonsum juga jangan merusak tanaman warga," kata Lasani didampingi Rasiman Saragih, 38 tahun, salah seorang warga. Menurut Lasani, lahan mereka diambil secara sepihak sejak tahun 1974. Perusahaan penanaman modal asing dari Inggris tersebut menggusur lahan pertanian milik warga dengan cara intimidasi secara fisik dan teror mental. Termasuk menyatakan para petani yang menolak memberikan lahan dicap sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka juga dipaksa menandatangani surat ganti rugi atas tanaman yang disaksikan aparat kecamatan, keamanan dari kepolisian dan militer setempat. Total lahan yang diambil seluas 165,6 hektar. Padahal menurut Lasani, yang diganti rugi itu hanya tanaman yang ada di atas lahan, sedangkan lahannya tidak. Untuk menuntut kembali lahan tersebut, petani sudah melakukan pertemuan dengan berbagai kalangan, mulai dari Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, pada masa itu, kemudian Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai saat ini yang merupakan daerah hasil pemekaran Deli Serdang, Badan Pertanahan Nasional, DPRD kabupaten dan propinsi dan berbagai pihak lainnya hingga ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM). Namun tidak mendapat tanggapan sebagaimana mestinya. "Kalau proses secara hukum, kami tidak mempunyai kemampuan. Kami rakyat kecil. Hukum tidak berpihak pada rakyat, walau sebenarnya kepemilikan kami dapat dibuktikan secara hukum," kata Lasani. Menurut Lasani, masyarakat Pergulaan awalnya merupakan buruh kontrak dari Pulau Jawa yang datang sekitar akhir abad ke 18. Kemudian pada tahun 1939 masyarakat melakukan pembukaan lahan seluas 431,5 ha. Lahan yang sudah dibuka tersebut kemudian dimanfaatkan untuk pertanian dan pemukiman. Seterusnya, pada tahun 1955 tanah tersebut didaftarkan kepada Asisten Wedana Seri Rampah, dan mendapatkan hak atas tanah dalam bentuk kartu sebagai pemakai tanah yang dilindungi UU No 8 Tahun 1954. Pada tahun 1957 masyarakat telah mulai membayar kewajiban pajak atas tanah atau kohir. Sejak PT Lonsum mendapatkan HGU hingga tahun 2006 ini, telah terjadi beberapa kali bentrokan warga dengan pihak perkebunan. Dalam aksi yang berlangsung pada 14 Desembar 1998, anggota Brimob yang dikerapkan PT Lonsum untuk mencabut patok yang ditancapkan masyarakat, memicu kemarahan masyarakat sehingga terjadi bentrok fisik antara masyarakat dengan Brimob.Insiden ini mengakibatkan terbakarnya 1 unit mobil dan satu unit kendaraan bermotor milik perusahaan yang digunakan anggota Brimob. Di pihak masyarakat terdapat korban yang mengalami luka akibat terkena tembakan peluru karet.
(nrl/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini