Peneliti dan pencipta GeNose Dian K. Nurputra, PhD menepis tudingan sejumlah pihak bahwa melonjaknya jumlah pasien Covid-19 akibat alat screening tersebut tidak akurat. Padahal faktanya anggota masyarakat lebih banyak yang menggunakan tes swab antigen untuk mendeteksi ada tidaknya virus corona di dalam tubuh.
"Penggunaan tes GeNose sebagai syarat melakukan perjalanan dengan angkutan umum cuma 10 persen, sedangkan antigen 80 persen, dan 5-7 persen memakai PCR. Kok yang disalahkan malah GeNose, berarti ada framing yang kurang pas kalau begitu?," kata Dian kepada tim Blak-blakan detikcom, Jumat (25/6/2021).
Doktor bidang Neurogenetik dan Epidemiologi Genetik dari Universitas Kobe, Jepang itu juga memaparkan data positivity rate atau rasio kasus positif warga terpapar covid-19 yang terdeteksi lewat GeNose mencapai 8-10 persen. Angka ini mendekati hasil Swab PCR yang positivity ratenya 15-20 persen. "Mas tahu, berapa positivity rate swab antigen? Hanya 0,9 persen," ujar Dian tersenyum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Detikcom mewawancarai Dian untuk menanggapi pernyataan epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman yang menyarankan tes GeNose dicabut dari syarat perjalanan. Ia menilai, alat tes sangat berbahaya jika tetap diterapkan saat kasus Covis sedang tinggi-tingginya. Ketua YLKI Tulus Abadi juga mengusulkan hal serupa karena menilai akurasi GeNose rendah.
GeNose (Gadjah Mada Electronic Nose) merupakan alat pendeteksi Covid-19 melalui napas yang dihembuskan oleh seseorang. Alat ini dibekali dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang bisa mendeteksi partikel spesifik pengidap Covid-19 yang dikeluarkan pasien. Alat ini bukan mendeteksi virusnya, tapi senyawa yang secara spesifik berbeda yang dikeluarkan orang pengidap Covid-19. Teknologi AI menganalisis dan memberikan hasil screening-nya.
Penelitian dan pembuatan GeNose dipimpin oleh Prof Dr Kuwat Triyana dari Fakultas MIPA UGM. Selain Dian, masih ada sekitar enam peneliti lain yang terlibat di dalam tim tersebut. Alat pendeteksi Covid-19 ini mendapatkan izin edar darurat sejak akhir Desember 2020. Sejak Januari 2021 GeNose mulai digunakan untuk melakukan screening calon penumpang yang akan menggunakan transportasi umum. Belakangan ini, GeNose juga sudah didistribusikan ke sekolah-sekolah yang akan memulai pembelajaran tatap muka langsung pada pertengahan Juli.
"Wong sudah digunakan sejak Januari kok baru dipersoalkan sekarang. Kenapa tidak Februari, Maret atau April dong karena banyak yang lolos," ujar Dian yang juga Spesialis Anak di RS Sardjito dan RS Bhayangkara itu.
Dia juga mengungkapkan karena saat arus mudik lebaran Mei lalu penggunaan transportasi umum dibatasi, banyak anggota masyarakat akhirnya menggunakan mobil pribadi. Mereka otomatis tak menggunakan GeNose sebagai alat deteksi.
Sebagai peneliti, Dian K. Nurputra menyatakan peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia lantaran lolosnya varian baru corona yang "dibawa" awak kapal MV Hilma Bulker masuk Cilacap pada 25 April lalu. Kapal milik Filipina itu masuk mengangkut gula dari India.
(jat/jat)