Seiring dengan peningkatan kasus aktif COVID-19 dalam beberapa minggu terakhir, keterisian tempat tidur di berbagai daerah pun turut meningkat. Oleh karena itu, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, mengungkap perlunya manajemen yang baik terkait distribusi pasien COVID-19.
Ia mengatakan distribusi pasien ini perlu dilakukan secara tepat berdasarkan gejala sehingga keterisian tempat tidur di rumah sakit dapat terkendali.
"Tidak semua pasien COVID-19 harus ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lanjut. Pasien dengan gejala berat dan sedang yang berhak didahulukan untuk mendapatkan penanganan, baik isolasi maupun perawatan intensif di rumah sakit," ungkap Wiku dalam keterangan tertulis, Senin (28/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data global dari WHO, Wiku menjelaskan mayoritas pasien COVID-19 di dunia bergejala ringan hingga sedang dengan persentase sama, yakni masing-masing 40 persen.
Melihat data tersebut, ia menilai kesuksesan dalam manajemen pelayanan kesehatan yang baik bukan hanya terkait dengan masalah operasional rumah sakit, tetapi juga bergantung pada peran besar masyarakat serta fasilitas kesehatan di tingkat komunitas.
![]() |
Lebih lanjut, ia mengimbau agar isolasi sebaiknya dilakukan terpusat di lokasi-lokasi yang layak agar pelaksanaannya terpantau dengan baik. Ia pun meminta pemerintah daerah melalui dinas kesehatan setempat bertanggung jawab menyediakan fasilitas isolasi terpusat.
Tak hanya itu, Wiku juga meminta agar fasilitas yang disediakan harus layak dan menarik minat masyarakat memanfaatkan fasilitas yang disediakan.
Meski demikian, Wiku mengatakan pihaknya paham bahwa kemampuan setiap daerah dalam menyediakan fasilitas terpusat bisa berbeda. Karena itu, ia berharap masyarakat yang masih kekurangan fasilitas isolasi terpusat dapat ikut serta membantu upaya pengendalian COVID-19 secara berjenjang dengan berinisiatif melakukan isolasi mandiri baik di rumah, tempat kos, hotel, atau apartemen.
"Pemerintah mendukung upaya ini dengan catatan masyarakat berkomitmen menjalankan prosedur isolasi mandiri dengan baik di bawah pengawasan puskesmas yang merupakan bagian dari posko," ujar Wiku.
Ia pun menekankan bahwa isolasi mandiri berbeda dengan karantina mandiri. Ia menjelaskan, karantina mandiri dilakukan oleh mereka yang sehat atau tidak memiliki gejala namun memiliki kontak erat dengan kasus positif, atau orang yang baru saja melakukan aktivitas berisiko tinggi. Sedangkan isolasi harus dilakukan oleh orang yang sudah jelas menunjukkan gejala serupa COVID-19, maupun orang positif COVID-19 berdasarkan hasil diagnostik.
Wiku mengingatkan bagi masyarakat yang memutuskan melakukan isolasi mandiri untuk melakukan persiapan dan mengikuti prosedur sesuai dengan pedoman yang dianjurkan. Adapun prosedur yang dimaksud ialah yang berstandar nasional dan mengacu kepada WHO.
Ia menyebutkan, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh orang terkonfirmasi positif selama isolasi mandiri seperti istirahat cukup, konsumsi multivitamin, dan berolahraga. Selain itu, untuk meminimalisasi penularan kepada anggota keluarga lain, pastikan terdapat ruangan terpisah antara individu yang melakukan isolasi dengan penghuni lainnya sehingga dapat mengurangi peluang penularan. Penting juga segera menghubungi tenaga kesehatan jika terjadi gejala memburuk.
![]() |
Terakhir, Wiku juga mengingatkan agar masyarakat tidak panik dan tidak buru-buru ke rumah sakit bila mendapati hasil tes PCR positif. Ia meminta masyarakat dapat memaksimalkan upaya preventif optimal melalui posko.
"Bila rasio tenaga kesehatan untuk mengawasi jumlah masyarakat yang melakukan isolasi mandiri secara terpusat belum mencukupi, maka relawan kesehatan harus ditambah untuk memastikan pelayanan yang prima. Tindakan bijak kolektif ini dapat membantu mengurangi beban fasilitas kesehatan sekaligus tenaga kesehatan yang senantiasa mencurahkan tenaganya untuk menyelamatkan banyak nyawa," pungkasnya.
Simak video 'Selain Euforia Vaksin, Apa yang Buat Masyarakat Ngeyel Patuhi Prokes?':
(akn/ega)