Syariat Juga Soal Kebersihan

Syariat Islam di Aceh (2)

Syariat Juga Soal Kebersihan

- detikNews
Senin, 20 Mar 2006 14:26 WIB
Banda Aceh - Sayangnya, jika dilihat dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan Syariat Islam di Aceh jauh dari kata kaffah. Apa pasal? "Syariat Islam itu bukan hanya persoalan jilbab, tapi juga misalnya soal kebersihan. Ini sampah di mana-mana. Itu kan syariat juga, itu contoh," tukas salah satu aktivis perempuan Aceh, Rosmawardani SH, pada detikcom.Hal itu diungkapkan Rosmawardani menanggapi maraknya aksi polisi wilayatul hisbah (WH) alias polisi Syariat Islam dalam melakukan razia terhadap pakaian wanita di Aceh, juga berbagai spanduk yang intinya mengingatkan para wanita untuk berpakaian yang Islami. "Jadi harus menyeluruhlah, semua diberi pendidikan. Disosialisasikan dengan benar syariat ini, jangan hanya perempuan saja yang disoroti. Saya bukan berpihak kepada perempuan, kalau tidak benar (perempuan) kita soroti juga," ujarnya. Contoh lain, kata Rosmawardani, perdamaian juga bagian dari syariat. "Tidak berkelahi, tidak saling membunuh. Membunuh orang yang tidak seiman saja tidak boleh, apalagi membunuh saudara kita, orang mukmin itu bersaudara. Jadi, bagaimana itu disosialisasikan agar tumbuh perdamaian yang hakiki, jangan cuma perdamaian yang hanya di tingkat atas, di kulit-kulit saja," tukasnya. Menurutnya, sekarang ini adalah penting untuk memberi pemahaman kepada semua lapisan baik penegak hukum dan juga masyarakat. "Jangan penegak syariat Islam ini semaunya, banyak keluhan yang kita terima dari masyarakat. Jadi harus disosialisasikan, silabus pendidikan di sekolah juga harus diubah, pendidikan agama juga tidak hanya didapat dari sekolah, tapi juga dari keluarga, dari lingkungan, masyarakat," papar Rosmawardani. Beberapa saat pascatsunami, para wanita asing yang menjadi sukarelawan di Aceh umumnya mengenakan jilbab atau kerudung. Tapi kondisi sekarang, meski ada satu dua yang mengenakan jilbab, jumlahnya berkurang. "Kenapa bisa begitu? Karena mereka melihat kita di sini seperti itu. Sekarang ini juga banyak kita lihat warung-warung tetap saja buka meski sudah azan Magrib. Orang-orang nongkrong di warung meski sudah salat Maghrib. Tidak ada imbauan agar warung tutup di waktu Magrib," kata Rosmawardani tak habis pikir. Contoh kecil lainnya, jika memang benar-benar syariat ini mau ditegakkan, hukuman cambuk itu jangan hanya untuk penjahat-penjahat kelas teri. "Bandar-bandar judi yang punya omset besar juga seharusnya juga ditindak. Tapi hukum kita memperbolehkan mereka membayar denda. Jadi yang punya uang sanggup bayar denda sehingga tidak dicambuk," beber Rosmawardani. Dalam beberapa kasus, banyak pelaku yang tidak mengetahui bahwa sudah ada qanun berkaitan pelaksanaan Syariat Islam di Aceh. "Dari kondisi ini kita bisa melihat bahwa tidak ada sosialisasi yang dilakukan baik di tingkat keluarga, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat," katanya. Selain itu menurutnya, petugas WH juga harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup. Jadi jika ada pelanggar Syariat, tidak langsung ditangkap, tapi dipangil dulu, dinasihati, diarahkan. "Seperti cerita perempuan hamil karena berzina di zaman Rasulullah. Perempuan itu datang ke Rasulullah dan minta dihukum karena sudah berzina. Tapi Rasulullah bilang pulang dulu kamu kalau sudah melahirkan baru menemuinya lagi. Setelah melahirkan perempuan itu datang, tapi Rasulullah kembali mengatakan, susui dulu anak kamu, setelah anak itu berhenti menyusui baru temui dia lagi. Itu artinya apa, yang ingin diberikan bukan langsung memberi hukuman," paparnya. Sebuah ProsesRaihan Putri, salah seorang ulama perempuan Aceh melihat pelaksanaan Syariat Islam di Aceh masih merupakan sebuah proses. Meski begitu, apa yang sudah dilakukan saat ini menurutnya sangat signifikan terhadap berkurangnya tindakan pelanggaran syariat. "Hukuman cambuk pada penjudi kita lihat membuat aksi perjudian itu tidak marak lagi. Ada perubahan yang kita lihat. Dan apa yang kita buat ini kan sesuai dengan Al Quran dan hadis, ada dalilnya. Jadi siapa yang sudah masuk ke rumah Islam, dia harus tunduk dan patuh terhadap aturannya. Kalau dia tidak setuju berarti dia tidak bisa disebut orang Islam," katanya. Raihan Putri tak menutup mata jika ada keluhan masyarakat soal tindakan WH yang dinilai kurang pada tempatnya. "Itu kan hanya perilaku personelnya saja. Tapi tentang Syariat Islam ini sendiri memang sudah ada dalilnya. Jadi kita memang harus melaksanakannya," lanjutnya. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD NAD Raihan Iskandar melihat pelaksanaan Syariat Islam di Aceh semakin membaik. Jika ada keluhan masyarakat, menurutnya hanya karena kurangnya informasi tentang Syariat Islam itu sendiri. "Sosialisasi masih terbatas, mungkin karena terbatanya tenaga," katanya. Untuk itu, kata Raihan Iskandar, harus ada kerja sama yang menyeluruh dari dinas-dinas terkait dengan para ulama, tokoh masyarakat dan masyarakat sendiri agar pelaksanaan Syariat Islam semakin baik ke depannya, semakin menyeluruh. Sungguh harapan yang mulia, agar Syariat Islam tak sekadar menjadi simbol belaka. (nrl/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads