Ahli Pertahanan PT Semar Sentinel Indonesia Alman Helvas mengungkap Indonesia dikelilingi oleh berbagai negara yang terus melakukan modernisasi di bidang pertahanan. Kendati demikian, modernisasi kekuatan pertahanan di Tanah Air dinilai masih menemui berbagai hambatan.
Ia menjelaskan, Pemerintah Indonesia memiliki kebijakan bernama Minimum Essential Force (MEF) yang menjadi target persenjataan pokok minimal dan mengatur soal pemetaan modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista). Kebijakan yang sudah dicanangkan oleh pemerintah sejak 2007 silam ini dimulai pada tahun 2010 dan terbagi dalam tiga tahap, yaitu Tahap I 2010-2014, Tahap II 2015-2019, dan Tahap III 2020-2024.
"Berdasarkan data dari Kementerian Pertahanan, MEF baru tercapai 62,31% pada Desember 2020. Dan masih ada 3 tahun untuk mencapai 100%. Apakah kita akan mencapai 100%? Itu masih jadi tanda tanya," ungkap Alman dalam Webinar Urgensi Modernisasi Tentara Nasional Indonesia, Kamis (24/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alman pun mengungkap ada tiga tantangan besar yang tengah dihadapi Pemerintah Indonesia terkait modernisasi pertahanan ini. Pertama soal pandemi, kedua, kemampuan fiskal pemerintah untuk membiayai semua kebutuhan belanja negara, bukan saja untuk pertahanan.
"Ketiga, kemampuan industri kita untuk menyerap offset sebagai konsekuensi dari pengadaan senjata," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjabarkan realitas fiskal Indonesia saat ini untuk melakukan assessment pelaksanaan MEF. Alman mengatakan setidaknya sampai Februari 2021, utang luar negeri Indonesia tercatat mencapai US$ 422,6 M. Debt-to-GDP ratio Indonesia berada di angka 41,9%, dari batas atas maksimal 60%. Untuk defisit, anggarannya tahun ini dirancang Rp1 kuadriliun, sementara defisit di atas 3% hanya boleh sampai tahun anggaran 2022.
"Sementara itu, BI melakukan quantitative easing policy yaitu mencetak uang untuk membeli government bond yang dilepas di pasar primer. Karena sekarang ini pemerintah kekurangan pendapatan dari pajak dan cukai karena situasi pandemi," kata Alman.
Ia pun mengungkap, progres MEF juga harus berhadapan dengan faktor competing priorities terkait realitas fiskal. Artinya, ada realitas yang saling berkompetisi saat ini. Ia mencontohkan, Indonesia tengah menghadapi kebutuhan finansial sebagai akibat pandemi COVID-19, kebutuhan ibu kota baru, kebutuhan pertahanan, dan ada kebutuhan-kebutuhan yang lain.
Menurutnya, kebutuhan modernisasi kekuatan pertahanan termasuk pengadaan alutsista bisa dipahami sebagai kebutuhan yang sangat penting dalam jangka panjang. Akan tetapi, penting juga untuk mempertimbangkan realitas fiskal yang tengah dihadapi Indonesia saat ini khususnya dalam menentukan anggaran yang akan dialokasikan untuk modernisasi ini.
"Sehingga kita berharap ada modernisasi, tapi juga harapannya jangan terlalu besar. Dalam arti, nilainya mungkin tidak seperti yang kita inginkan tapi nampaknya modernisasi kekuatan pertahanan akan tetap jalan pada tahun-tahun mendatang," pungkasnya.
Sebagai informasi, Webinar ini diselenggarakan oleh PT Semar Sentinel Indonesia dan dihadiri juga oleh Direktur PT Semar Sentinel Indonesia Alban Sciascia, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (LESPERSSI) Rizal Darma Putra, Peneliti Senior CSIS Indonesia Evan Laksmana, serta Co-Founder Jakarta Defence Studies (JDS) Edna Caroline.
(prf/ega)