Dokter Ungkap Fenomena Pasien Corona Muda Tanpa Komorbid tapi Masuk RS

Dokter Ungkap Fenomena Pasien Corona Muda Tanpa Komorbid tapi Masuk RS

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 18 Jun 2021 21:01 WIB
Zona Merah Corona Jawa Barat Ada Di Mana Saja? Ini Sebarannya
Foto: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

Adanya varian baru virus Corona (COVID-19) di Indonesia membuat pasien yang perlu dirawat di rumah sakit tak hanya dari golongan orang tua atau dengan komorbid. Saat ini, anak muda pun banyak yang dirawat di rumah sakit.

"Pengalaman di lapangan, kalau dulu dengan nonvarian, gejala khas, biasanya pasien tua atau dengan komorbid. Sekarang, dengan ditemukan varian baru, banyak di rumah sakit-rumah sakit itu pasien muda, tidak ada komorbid dan sehat-sehat saja (sebelumnya)," ucap dokter spesialis paru, Erlina Burhan, dalam jumpa pers virtual, Jumat (18/6/2021).

"Ini sepertinya terjadi shifting, dari usia, dari sebaran penyakit, karena varian baru," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Sally Aman Nasution, menyampaikan Indonesia belum memiliki data mumpuni soal penyebaran varian baru virus Corona. Namun, telah terjadi kasus-kasus ditemukannya varietas baru virus Corona di Indonesia.

"Meski belum banyak data, dan pemeriksaan dilakukan, tapi ada (kasus). Harusnya jadi perhatian bahwa varian ini ada di sini. Dan saya kira sudah waktunya melakukan hal tertentu tidak as usual. Beda dengan kasus sebelumnya," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Pemerintah Diminta Lakukan PPKM Menyeluruh

Pemerintah diminta menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) secara menyeluruh. PPKM secara mikro dirasa tidak bisa mengatasi masalah penyebaran virus Corona, khususnya dengan adanya varian baru virus Corona.

"Perawatan di RS bukan jadi solusi utama. Yang penting bagaimana mencegah, mengurangi transmisi di populasi bisa berkurang, bisa minimal, sehingga pasien di rumah sakit bisa berkurang. Menurun, bahkan tidak ada yang dirawat," ucap Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Agus Dwi Susanto, dalam diskusi yang sama.

"Pemerintah harus tegas betul. Perlunya penerapan PPKM menyeluruh dan ketat," katanya.

Jika PPKM menyeluruh tidak dilakukan, maka akan terjadi penumpukan pasien di rumah sakit. Kondisi seperti ini akan berbahaya bagi penanganan COVID-19 di Indonesia.

"Kalai kita tidak menjalankan PPKM, itu terjadi penumpukan pasien yang dirawat, hingga akhirnya kolaps pelayanan kesehatan. Saat ini banyak laporan yang masuk, RS sudah melebihi dalam perawatan khususnya di zona merah di Jawa," ucapnya.

Simak Video: Varian Corona 'Lambda' C37 Kini Masuk Kategori Variant of Interest

[Gambas:Video 20detik]



Saat ini, Indonesia lebih menerapkan PPKM dalam sekala mikro. Bagi Agus, kebijakan ini kurang tepat.

"Yang tepat itu PPKM seperti di awal Januari dulu, bahkan PSBB seperti tahun lalu. Itu lebih kuat dampaknya untuk mengurangi transmisi di populasi," ujar Agus.

Dalam kebijakan PPKM menyeluruh, pemerintah bisa mengevaluasi setiap dua minggu sekali. Kondisi itu sama dengan kondisi penanganan pandemi yang pernah dilakukan di Indonesia.

"Dalam penerapan PPKM ketat, kita evaluasi dalam dua minggu, seperti lalu-lalu. Kita akan lakukan evaluasi per dua minggu. Dan melihat bagaimana, terjadi tidaknya penurunan kasus, kalau tidak tentu akan dievaluasi untuk diperpanjang," katanya.

"Kita telah menerapkan yang kita kenal PSBB, dan ini berhasil menurunkan kasus," ucapnya.

Halaman 2 dari 2
(aik/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads