Jenderal Bintang Dua Tersangka Korupsi TWP

Jenderal Bintang Dua Tersangka Korupsi TWP

- detikNews
Jumat, 17 Mar 2006 23:17 WIB
Jakarta - Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat menetapkan jenderal bintang dua berinisial SM sebagai tersangka baru penggelapan dana Tabungan Wajib Perumahan (TWP) prajurit sebesar Rp 100 miliar."Selain Kolonel Ngadimin, ada satu tersangka lainnya berinisial SM berpangkat bintang dua. Ada aliran dana yang diselewengkan masuk ke rekening dia. Awalnya yang bersangkutan tidak mengakui, belakangan dia mengaku," jelas Komandan Pusat Polisi Militer TNI AD, Mayjen TNI Ruchyan, kepada wartawan di Mabes Angkatan Darat, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (17/3/2006).SM ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus penggelapan dana TWP sebesar Rp 100 miliar. Kasus pengelapan dana prajurit ini pertama kali ditemukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).Penggelapan itu sendiri melibatkan Kepala Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan (BP-TWP) TNI AD, Kolonel Ngadimin, yang sebelumnya juga sudah dijadikan tersangka. Namun, SM tidak ditahan di Psupom TNI AD, tapi tetap dilakukan pencekalan.Menurut Ruchyan, kasus penggelapan Rp 100 miliar ini pertama diungkapkan oleh PPATK yang menemukan ketidak wajaran aliran dananya. Setelah itu, pihak Inspektorat Jenderal (Irjen) AD melakukan penelusuran lagi dan menemukan penyelewengan kedua, yaitu pengelapan dana tabungan prajurit sebesar Rp 129 miliar.Sementara kasus Rp 129 miliar ini melibatkan juga Kolonel Ngadimin dan Kepala Cabang Bank Mandiri Kemang, Jakarta Selatan, Hendri Simbolon. "Penyidikan kasus ini sedang kita dalami. Tapi untuk kasus Rp 100 miliar, jelas kegiatan Kolonel Ngadimin," ujar Ruchyan.Ruchyan menjelaskan, kedua kasus ini merupakan kejadian yang terjadi secara berturut-turut. Untuk itu, pihaknya sedang melakukan koordinasi dan menentukan apakah kedua kasus ini masuk tindak pidana korupsi atau bukan."Tapi yang jelas sudah bisa kita posisikan para tersangka ini melakukan penggelapan dan penyalahgunaan wewenang. Kalau korupsi itu ada ketentuannya," kata Ruchyan.Dijelaskan Ruchyan, bila kasus Rp 100 miliar ternyata korupsi, karena kasus ini pertama diungkap oleh PPATK melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka kerjasama penanganannya melalui KPK.Namun, untuk kasus Rp 129 miliar, karena pelakunya jelas dari Bank Mandiri dan dilaporkan ke polisi. Maka, Puspom TNI AD akan kerjasama dengan pihak kepolisian.Sementara kerjasama dengan Kejaksaan Agung, karena KSAD Jenderal TNI Djoko Santoso menginginkan agar para pelaakunya diproses secara hukum. Tapi juga agar ada upaya pengembalian uang prajurit yag diselewengkan itu."Kejagung waktu itu menawarkan ini bisa. Jadi istilahnya ada penyelesaian legitasi dan non legitasi. Hukumnya jalan, pengembaliannya juga bisa diusahakan kembali," tegas Ruchyan.Pengembalian ini bisa secara hukum yang dijajaki legitasi oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). Sementara, non legitasinya melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun), karena Bank Mandiri adalah bank plat merah.Ruchyan menegaskan bahwa pemeriksaan kasus ini akan displit. Kasus Rp 100 miliar ke KPK dan kasus Rp 129 miliar ke Kejagung dan Polri. Apakah kasus penyelewengan dana Rp 129 akan melawati pemeriksaan koneksitas, karena melibatkan sipil. "Pokoknya kita ini, yang Rp 100 miliar koordinasinya dengan KPK sedangkan yang Rp 129 miliar dengan polisi," tegas Ruchyan. (ary/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads