Vonis untuk mantan Bupati Kepualuan Talaud, Sri Wahyumi Manalip, berkurang dari 4,5 tahun menjadi 2 tahun penjara. Adalah Mahkamah Agung (MA) yang menyunat hukuman Sri Wahyumi. Apa pertimbangan MA?
Pertimbangan MA, yakni barang bukti suap yang disiapkan penyuap belum sampai ke tangan Sri Wahyumi. Fakta ini terungkap dalam putusan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Sri Wahyumi, seperti dilansir website MA, Rabu (9/6/2021).
MA menyatakan barang bukti gratifikasi yang baru diterima Sri Wahyumi baru berupa handphone Thuraya seharga Rp 28.088.064 (Rp 28,08 juta). Di sisi lain, pemilik PT Bentara Satya Persada dan PT Karya Bakti Mandiri, Bernard Hanafi Kalalo, telah menyiapkan sejumlah barang tapi belum sampai ke tangan Sri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena barang gratifikasi belum sampai ke tangan Sri Wahyumi itulah menjadi pertimbangan MA. Dengan demikian, delik gratifikasi belum terpenuhi.
"Ternyata dan terbukti Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sama sekali belum menerima barang-barang tersebut. Jangankan menerimanya, ternyata Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sama sekali belum pernah melihat barang-barang tersebut, karena Bernard Hanafi Kalalo dan Benhur Laenoh sebelum menyerahkan barang dimaksud terlebih dahulu telah ditangkap petugas KPK di Hotel Mercure Jakarta," ujar majelis PK yang diketuai Suhadi, dengan anggota Eddy Army dan M Askin.
Barang-barang gratifikasi yang belum sampai di tangan Sri Wahyumi, yakni:
1. Tas tangan merek Balenciaga seharga Rp 32.995.000.
2. Tas tangan merek Chanel seharga Rp 97.360.000
3. Jam tangan merek Rolex seharga Rp 224.500.000
4. Cincin merek Adelle seharga Rp 76.925.000
5. Anting merk Adelle seharga Rp 32.075.000.
Selain itu, kata MA, uang Rp 100 juta yang diberikan oleh Bernard ke Sri Wahyumi yang dititipkan ke Ketua Pokja ULP Ariston Sasoeng tidak pernah sampai ke tangan Sri.
"Ternyata dan terbukti Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sama sekali tidak pernah menerima uang tersebut karena telah dipergunakan oleh Ariston Sasoeng bersama Benhur Lalenoh untuk keperluan pribadinya," tutur majelis pada Agustus 2020.
Suap dari Benhur itu guna memuluskan langkah Bernard dalam memenangi lelang proyek revitalisasi Pasar Beo dan revitalisasi Pasar Lirung di Talaud tahun anggaran 2019. Benhur diminta Sri Wahyumi menawarkan sejumlah proyek kepada swasta dengan commitment fee 10 persen kepada Sri Wahyumi. Dari situ, sejumlah aliran suap yang diterima Sri Wahyumi, beberapa di antaranya diberikan melalui Benhur.
Baca respons KPK di halaman berikutnya.
Tentu KPK kecewa dengan putusan MA yang menyunat vonis Sri Wahyumi Manalip. Salah satu alasan KPK adalah putusan MA lebih rendah dari ancaman minimal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Namun dalam putusan PK (peninjauan kembali) atas hukuman tindak pidana korupsi ini, kami menyayangkan bahwa putusan tersebut lebih rendah dari ancaman minimal yang diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (9/6).
Korupsi sendiri merupakan salah satu tindak kejahatan yang masuk kategori luar biasa atau disebut extraordinary crime. Karena itu, KPK berharap MA selalu mempertimbangkan dengan matang setiap mengambil keputusan.
"Kita pahami bersama bahwa korupsi sebagai extraordinary crime, telah memberikan dampak buruk bagi masyarakat, pembangunan, dan perekonomian negara," sebut Ali.
"Sehingga harapan kami MA dapat mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dalam memutus suatu perkara korupsi, sekaligus untuk memberikan pembelajaran publik agar jera melakukan korupsi," imbuhnya.
Namun KPK tetap menghormati putusan MA. Ingat, MA memiliki kewenangan dalam memutuskan apakah akan menambah atau mengurangi sebuah vonis.
"KPK menghormati independensi tugas dan kewenangan hakim dalam memutus suatu perkara," katanya.