Salah satu ketua DPP Partai Golkar Firman Soebagyo menyebut Ketua Umum Airlangga Hartarto menjadi capres tidak bisa ditawar-tawar. Pakar politik menyampaikan ada dua risiko jika Golkar mengusung Airlangga jadi capres.
"Langkah Golkar untuk mengajukan Airlangga itu tentu bukan tanpa risiko. Setidaknya ada dua risiko: Pertama, sukses atau gagalnya Airlangga masuk bursa capres-cawapres akan berdampak pada elektabilitas Golkar di 2024," ucap Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs, Ahmad Khoirul Umam, saat dihubungi, Sabtu (5/6/2021).
"Kedua, jika sampai elektabilitas Golkar turun sebagai dampak dari kegagalan tersebut, maka besar kemungkinan akan muncul konsolidasi kekuatan internal Golkar untuk menantang kepemimpinan Airlangga di Golkar di masa mendatang," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Umam menyebut Golkar sedang mencoba mendongkrak suara dengan mengusung capres dari kalangan sendiri. Sehingga, Golkar sedang mencari pemilih dengan mengusung Airlangga sebagai capres.
"Di saat yang sama, Golkar yang dalam sejumlah survei diprediksi mengalami pelemahan elektabilitas, berusaha menciptakan coat tail effect (efek ekor jas) dengan mencalonkan ketumnya sebagai capres. Sehingga 'Airlangga sebagai Capres adalah harga mati' bisa dimaknai sebagai ikhtiar politik Golkar untuk menciptakan dan memperluas basis pemilih loyalnya," katanya.
Tapi, sampai saat ini Airlangga belum mengalami kenaikan elektabilitas. Elektabilitas di survei terakhir, dari Parameter Politik Indonesia, elektabilitas Airlangga hanya 0,4 persen, kalah jauh dari Ketum Gerindra Prabowo Subianto di posisi teratas dengan 16,5 persen.
"Namun sayangnya, popularitas, ketersukaan, dan elektabilitas nama Airlangga masih cukup rendah. Nama Airlangga bahkan tidak pernah masuk dalam radar 5 besar capres tertinggi versi beragam hasil survei yang kredibel. Artinya, posisi tinggi sebagai Menteri Koordinator di level pemerintahan sekali pun, ternyata belum cukup bisa mendongkrak elektabilitasnya sebagai kandidat capres," katanya.
Kemudian, peneliti ilmu politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menyebut pengusungan Airlangga sebagai capres adalah bentuk konsolidasi politik. Golkar dinilai ingin merapikan barisannya.
"Ketika dibilang (Airlangga) nggak bisa ditawar, saya pikir wajar karana bagian organisasi, untuk menunjukkan loyalitas dan dedikasi partai itu tunggal. Nggak akan bergerak atau bergeser di mana calon presiden lagi genit-genitan saling bertemu, dan sebagainya," ucap Aditya, saat dihubungi terpisah.