Islam menempatkan budaya rasa malu sebagai bagian dari keimanan seseorang. Orang yang beriman pasti memiliki sifat malu dalam menjalani kehidupan. Melalui sifat malu, seseorang akan berusaha mencari rezeki yang halal dan merasa menyesal jika tidak bisa melakukan kebaikan setiap hari. Sifat ini bisa menjadikan seseorang untuk terhindar dari perbuatan terlarang. Dalam bahasa sufi, yang dimaksud dengan malu adalah menjauhi segala yang tidak diridhai Allah karena takut dan segan kepada-Nya.
Menurut Imam Ali, "Orang yang berbicara terlampau banyak, kesalahan-kesalahannya bertambah. Akibatnya orang yang kesalahannya bertambah, rasa malunya berkurang, dan orang yang kurang memiliki rasa malu, ketaatannya menjadi rendah, dan orang yang rendah ketaatannya, jiwanya mati. Barang siapa yang jiwanya mati, ia akan masuk neraka." Maka jelas bahwa berkurangnya rasa malu akan berakhir dengan neraka.
Jika kita melihat betapa banyak dan besarnya nikmat dari Allah Swt, dan melihat kurangnya amal. Dari kedua hal itu akan muncul sesuatu yang disebut rasa malu. Bisa dikatakan bahwa malu adalah suatu kondisi gelisah yang muncul setelah kita melihat nikmat-nikmat Allah baik berupa materi maupun non materi, di saat yang sama kita menyadari kekurangan kita dalam beribadah kepada-Nya. Adapun sebab rasa malu ada beberapa di antaranya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Malu karena tidak mampu memenuhi hak-hak Allah Swt. Rasa malu yang muncul dari rasa gelisah disebabkan ketidak mampuannya untuk memenuhi hak-hak Allah Swt
2. Malu karena tidak mampu bersikap ikhlas. Menjadi gelisah karena ketidakmampuannya ikhlas dalam beramal
3. Malu karena kesalahan yang dilakukan. Sikap ini merupakan kegelisahan setelah menyadari kesalahannya, sehingga perbuatan ke depan tentu tidak akan diulanginya
4. Malu akibat kekurangannya. Rasa malu dimiliki para malaikat yang selalu bertasbih siang dan malam tanpa henti, namun mereka ( para malaikat ) berkata kepada Allah, "Kami belum menyembahmu dengan sebenar-sebenarnya."
Perlu diketahui juga bahwa rasa malu pada diri manusia ada tiga macam. Pertama, malu kepada Allah Swt. Kedua, malu kepada manusia dan ketiga, malu kepada dirinya sendiri.
Malu kepada Allah berarti melaksanakan perintah-Nya dan menahan diri dari larangan-Nya. Ibnu Mas'ud meriwayatkan, Nabi bersabda, "Malukah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar malu." Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana caranya kami malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu?" Maka Rasulullah menjawab, "Barang siapa yang menjaga kepala dan isinya, perut dan isinya, meninggalkan perhiasan kehidupan dunia, dan mengingat kematian serta petaka, maka dia malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu. "Hadis ini merupakan nasihat yang sangat mendalam. Adapun malu kepada manusia adalah dengan cara tidak menyakiti dan tidak blak-blakan dengan keburukan. Sedang malu pada diri sendiri adalah dengan cara pengendalian diri dan menjaga kesendirian.
Nasihat ahli hikmah berkata, "Hendaknya, rasa malumu kepada dirimu lebih banyak dari pada rasa malumu kepada orang lain." Jika ketiga rasa malu ini berada dalam diri seseorang secara sempurna, maka sebab-sebab kebaikan telah sempurna dalam dirinya. Sedang sebab-sebab keburukan akan tiada, sehingga dia terkenal dengan keutamaan. Penulis telah membuat syair sebagai berikut:
Tahukah kau ciri kebaikan adalah ketenangan dan malu
Sedang ciri keburukan adalah tidak tahu malu dan kata-katanya jorok
Malu menunjukkan kebaikan.
Jorok itu buruk
Seseorang yang banyak bicara, panjang lebar dan memfasihkan ucapannya, akan lebih baik diam
Jika seseorang menjadikan malu sebagai bajunya, maka manusia tidak akan bisa melihat aibnya
Sikap malu merupakan penyadaran diri atas kekurangannya
Dengan malu, akan perbaiki diri
Kebaikan akan selalu datang saat seseorang merasa malu
Malu bukan memalukan, tidak tahu malu yang harus dihindari
Bukalah hati, bukalah mata
Sikap malu bukan hina
Menjaga rasa malu, menunjukkan perbuatan orang mulia
Seseorang hidup dg kebaikan, selama dia memiliki rasa malu
Laksana kayu tetap hidup, selama ada kulitnya
Malu menuju sukses
Kita masih ingat ketika awal tahun 2020 pada bulan Februari saat pandemi Covid-19 ramai dibicarakan. Saat itu banyak kalangan khususnya para elite yang meremehkan adanya fakta pandemi ini, namaun Alhamdulillah setelah beberapa saat terlihat telah menyadari kekeliruannya dan merasa malu. Hal ini terbukti tidak diulanginya lagi perbuatan tersebut. Rasa malu ini menurut Imam Shadiq, akan menjauhkan diri dari dosa dan dari kesalahan.
Saat ini para generasi muda di seluruh dunia berlomba-lomba menjadi pelopor dalam penemuan-penemuan baru ( berinovasi ). Yang menjadi garapan mereka masih di IT, namun tidak kalah menariknya dengan adanya perubahan prilaku akan muncul bidang garapan baru. Generasi muda negeri ini juga ikut bersaing dengan munculnya beberapa usaha rintisan yang sudah menjadi perhatian, meski demikian perlu ada " rasa malu " atas ketertinggalannya.
Dengan sikap ini para generasi muda negeri ini akan menjadi unggul dan bisa mencerahkan peradaban atas inovasinya. Inilah sikap " merasa malu " yang membanggakan, karena sikap ini akan melahirkan inovasi yang tentu akan menciptakan " nilai tambah."
Dalam kehidupan normal baru, tentu membutuhkan adaptasi. Penulis berharap apapun situasinya, semoga adik-adik generasi muda tiada lelah dan menyerah, terus bergerak menggali untuk memberikan kontribusi pada negeri ini.
Aunur Rofiq
Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP 2020-2025
Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia )
*Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. --Terimakasih (Redaksi)
(erd/erd)