Tabrani Rab Kembali 'Deklarasikan' Riau Merdeka
Rabu, 15 Mar 2006 16:24 WIB
Jakarta - Tabrani Rab, tokoh kontroversial asal Riau, kembali mendeklarasikan tuntutan Riau Merdeka. Deklarasi ini sebagai peringatan ketujuh atas deklarasi pertama yang dia rilis pada 15 Maret 1999 silam. Acara ini kembali dipusatkan di kediaman Presiden Riau Merdeka Trabani Rab, di Jl Pattimura, Pekanbaru, Rabu (15/3/2006). Kegiatan ini hanya dihadiri anggota BEM dari beberapa perguruan tinggi di Pekanbaru. Selain itu hadir juga sejumlah wartawan lokal dan nasional. Jumlah undangan yang hadir tidak lebih dari 20 orang. Hari ulang tahun Riau Merdeka ini diadakan sangat sederhana yang dimulai sejak pukul 13.00 WIB. Tak ada kue tart atau makanan istimewa layaknya sebuah acara resmi hari ulang tahun. Hanya tersedia nasi bungkus untuk para undangan. Sembari menikmati nasi bungkus, utusan mahasiswa dan aktivis lingkungan saling berdiskusi. Intinya, para mahasiwa dan aktivis lingkungan mengharapkan gerakan Riau Merdeka harus tetap berlanjut meskipun dengan jalan damai. Tabrani Rab mengatakan, acara ini merupakan peringatan 7 tahun pendeklarasian 'Riau Merdeka' yang pernah dia bacakan pada 15 Maret 1999 silam. Tidak ada yang istimewa dalam acara ini, terkecuali sekadar mengenang jalan panjang tentang tuntutan Riau merdeka. Para undangan yang datang diberi dua buku sejarah tentang tuntutan Riau Merdeka. Buku itu ditulis Tabrani Rab dan diterbikan oleh Riau Cultural Institute. Masing-masing buku itu berjudul, "Menuju Riau Berdaulat" setebal 266 halaman. Selanjutnya buku berjudul "Tabrani Dalam Bingkai Riau Merdeka" setebal 150 halaman. Sebagai puncaknya, Tabrani Rab didamping mantan aktivis mahasiswa asal Unri, Darul Huda, kembali membacakan deklarasi Riau Merdeka. Berikut ini petikannya:Sudah lebih setengah abad kami menggantungkan hidup pada republik ini. Selama itu pula minyak kami dijarah. Tak setitik pun menetes di tanah kami. Sungai dan tanah kami tak lagi memberi hidup karena polusi. Sudah lebih seperempat abad tanah kami dijarah sebagai konspirasi pusat dan konglomerat. Maka hari ini, kami putuskan untuk mementukan nasib kami sendiri. Kami telah mulai menukilkan sejarah kami dalam lembaran yang baru akan hak-hak kami, indentitas dan tradisi kami dengan jalan damai. We are beginning to think, we are writing the new chapter of history, to demmand our right, take on our duties, and defend our identity and our tradition, with peace. Pekanbau 15 Maret 1999.
(nrl/)