Bupati Alor di Nusa Tenggara Timur (NTT) Amon Djobo viral gegara memarahi pegawai Kementerian Sosial (Kemensos) dan menyindir Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini soal Program Keluarga Harapan (PKH). Amon merupakan bupati yang diusung oleh sejumlah partai, termasuk PDIP, saat Pilkada 2018.
Dilihat dari situs infopemilu.kpu.go.id, Rabu (2/6/2021), Amon merupakan pria kelahiran 22 Februari 1960. Dia merupakan Bupati Alor 2 periode.
Amon maju di Pilkada 2018 sebagai petahana. Dia berpasangan dengan Imran Duru. Keduanya diusung oleh NasDem, PKS, PDIP, PPP, PAN, Demokrat, dan Gerindra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amon-Imran bersaing dengan Imanuel E Blegur-Haji Taufik Nampira. Amron-Imran menang dengan 59.917 suara atau 54,11%, sementara Imanuel-Taufik mendapat 50.806 suara (45,88%).
Viral Sindir Risma soal PKH
Amon viral setelah dirinya terlihat marah-marah dalam video berdurasi 3 menit 9 detik. Dalam video itu, tampak Amon duduk sambil memarahi dua petugas Kementerian Sosial (Kemensos) yang berada di samping kirinya.
Amon mengatakan seharusnya pembagian bantuan PKH harus melewati Pemda selaku eksekutif. Dia marah gara-gara bantuan itu disebutnya dibagikan oleh legislatif atau DPRD setempat.
"Jangan pakai politik yang seperti itu, dia (Risma) tidak tahu proses bantuan pola penanganan, teknis penanganan bantuan ini sampai di bawah. Mulutnya lebih cepat dari pikiran, pejabat apa model begitu, Menteri model apa model begitu," kata Amon dalam video tersebut.
"Memangnya PKH itu DPR yang urus? Besok kamu pulang sudah, besok saya bikin surat ke Presiden, dia (Risma) pikir dia hebat," imbuhnya dengan nada yang kencang.
Amon menyebut tidak masalah jika dirinya dilaporkan kepada Presiden Jokowi. PKH, katanya, merupakan program pusat dan penanganannya berada di bawah pemerintah. Amon menganggap penyaluran PKH oleh legislatif tidak menghargai usaha Pemkab.
Simak penjelasan Risma di halaman selanjutnya.
Penjelasan Risma
Mesos Risma telah buka suara soal bantuan yang dipermasalahkan Amon. Dia mengatakan pernyataan Amon soal PKH tersebut tidak tepat karena bantuan yang disalurkan adalah bantuan untuk korban bencana.
"Saya jelaskan ya, jadi sebetulnya itu bantuan bukan PKH, tapi bantuan untuk bencana," ujar Risma di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) Kota Bandung, Rabu (2/6/2021).
"Jadi kalau bantuan dari bencana ya gimana kita saat itu, saya sendiri saya ngirim barang saat itu dari Jakarta jauh. Kita ingin cepat kirim dari Surabaya karena saya kalau dari Surabaya punya angkutan itu gratis tapi kita tetap tidak bisa masuk ke pulau itu," sambungnya.
Dia mengaku telah berusaha menghubungi berbagai pihak di Alor untuk bisa masuk dan menyalurkan bantuan, namun tak berhasil karena jaringan seluler terputus akibat bencana. Akhirnya, kata Risma, dia bisa menghubungi Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek.
"Saya hubungi, bagaimana kondisi di sana karena hampir seluruh NTT kena. Saya hubungi kepala dinas, staf saya nggak ada yang bisa karena memang saat itu jaringan terputus. Saya tanya siapa yang bisa saya hubungi saat itu, kemudian ada ketua DPRD (Enny) menyampaikan kami butuh bantuan, tapi tidak bisa (masuk)," ujarnya.
Risma mengaku masih menyimpan percakapan adegan Enny. Dia menegaskan penyerahan bantuan itu tidak memiliki kepentingan lain.
"Kemudian 'Oke, Bu, tidak apa apa dari Dolog nanti kami bantu' kemudian disebarkanlah karena kami tidak bisa karena banyak sekali (yang membutuhkan) saat itu kami tidak bisa kontak siapapun di situ. Akhirnya ya sudahlah dibagi tapi tidak ada (kepentingan apapun) sekali lagi itu bukan PKH. Kami mulai bulan Januari tidak ada bantuan sosial dalam bentuk barang, tidak ada. Itu adalah bantuan bencana," ucapnya.