KPK melimpahkan berkas perkara Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) periode 2014-2016, Priyadi Kardono, dan dua tersangka lain, Muchamad Muchlis dan Lissa Rukmi Utari, ke Pengadilan Tipikor Bandung. Mereka terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan citra satelit resolusi tinggi (CSRT).
"Hari ini, 31 Mei 2021, jaksa KPK Putra Iskandar melimpahkan berkas perkara para terdakwa, yaitu Priyadi Kardono, Muchamad Muchlis dan Lissa Rukmi Utami ke PN Tipikor Bandung," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, kepada wartawan, Senin (31/5/2021).
Ali mengatakan para terdakwa akan dititipkan di Rutan Polrestabes Bandung. Kini, KPK masih menunggu penetapan majelis hakim dan jadwal sidang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penahanan para terdakwa selanjutnya telah menjadi kewenangan PN Tipikor Bandung dan selama proses persidangan akan dilakukan penitipan tempat penahanan di Rutan Polrestabes Bandung," ujar Ali.
"Selanjutnya menunggu penetapan penunjukan Majelis Hakim dan penetapan hari sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan," ujarnya.
Para Terdakwa didakwa dengan dakwaan sebagai berikut:
Kesatu, Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Kedua, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya.
Priyadi merupakan Kepala Badan Informasi Geospasial pada 2014-2016 dan Muchlis adalah Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) periode 2013-2015.
Pada 25 Januari 2021, KPK menetapkan seorang tersangka baru dalam kasus ini. Dia adalah Komisaris Utama (Komut) PT Ametis Indogeo Prakarsa (PT AIP), Lissa Rukmi Utari.
Para tersangka diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Para tersangka telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan CSRT pada BIG bekerja sama dengan Lapan pada 2015.
Atas perbuatannya, para tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.