Sementara itu, pakar intelijen dan keamanan Andi Wijayanto menerangkan Indonesia harus memperkuat teknologi. Hanya, menurut Andi, pandemi COVID-19 membuat penguatan teknologi Indonesia terhambat.
"Untuk amankan siber kita, untuk memperkuat keamanan nasional kita, kuncinya teknologi. Kalau kuncinya teknologi, mau tidak mau yang dibicarakan alokasi anggaran. Sekarang BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) tidak dalam kondisi ideal untuk bangun infrastruktur. BSSN baru terbentuk 2017," kata Andi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kepalanya sedang berupaya transformasi BSSN. Tiba-tiba 'boom', COVID-19. Jadi tertunda yang direncanakan. Karena harus prioritaskan COVID. Moga-moga pandemi segera berakhir," lanjutnya.
Sedangkan Ketum Partai Gelora Anis Matta menyarankan Indonesia harus merumuskan sistem dan strategi pertahanan baru. Anis menyebut Indonesia beruntung hanya kebobolan diduga data BPJS Kesehatan, bukan data militer atau kepolisian.
"Di sisi pertahanan kita perlu rumuskan sistem dan strategi pertahanan yang baru. Misalnya kalau kita bicara keamanan digital, ini hulu masalahnya di mana. Jangankan kita yang tidak punya satelit. Yang punya satelit juga bocor semua ini. Tapi paling tidak misalnya kalau kita lihat, China dan Rusia paling jarang mengalami kebobolan seperti ini. Karena dia independen dalam teknologi," jelasnya.
"Tapi kan sekarang baru kebobolan data BPJS. Kita belum kebayang kalau data militer, kepolisian, dan seterusnya itu semua bobol. Ini jan kita belum kebayang. Mungkin karena kita nggak punya negara yang jadi musuh secara spesifik. Dan ini kesulitan kita di era digital, bukan negara. Tapi korporasi kecil-kecil. Yang kerjaannya memang ngehack, mencuri data," imbuh Anis.
(rfs/rfs)