Habib Rizieq Shihab (HRS) divonis denda Rp 20 juta subsider 5 bulan kurungan karena terbukti melakukan tindakan tidak patuh protokol kesehatan dan menghalang-halangi petugas COVID-19 saat mendatangi pondok pesantren miliknya di kawasan Megamendung, Kabupaten Bogor. PPP menilai vonis itu tak perlu diperdebatkan.
"Vonis hakim terhadap HRS dalam kasus kerumunan Megamendung tidak usah menjadi isu baru. Apalagi mereka yang tidak tahu fakta-fakta yang muncul dalam persidangan dari keterangan saksi-saksi maupun dari alat bukti lainnya," kata Waketum PPP Arsul Sani kepada wartawan, Kamis (27/5/2021).
Tak perlu diperdebatkannya vonis denda terhadap Habib Rizieq adalah terkait menimbulkan efek jera atau tidak. Menurut Arsul, efek jera bagi warga yang berkumpul bisa terwujud jika penegakan hukum konsisten.
"Jangan pula memperdebatkan vonis tersebut dari sisi efek jera, yakni apakah vonis yang demikian itu akan menimbulkan efek jera atau tidak. Oleh karena efek jera itu hanya bisa terjadi kalau penegakan hukumnya konsisten," ujarnya.
Arsul menilai proses hukum tebang pilih terhadap kerumunan sulit menimbulkan efek jera. Mengapa semua kerumunan tak diproses hukum inilah yang menurut Arsul perlu diperdebatkan.
"Tapi kalau ada kerumunan massa yang diproses hukum dan ada yang tidak diapa-apakan, maka ya jangan berharap orang jera karena yang mereka lihat adalah yang tidak diproses hukum, bukan yang dihukum denda," ucap anggota Komisi III DPR RI ini.
"Yang perlu diperdebatkan ya kenapa nggak semua kasus kerumunan diproses hukum," imbuhnya.
Tonton video 'Akhir Perjalanan Kerumunan Habib Rizieq':
Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:
(rfs/idn)