"KPK benar telah menerima hasil asesmen wawasan kebangsaan yang diserahkan pihak BKN (Badan Kepegawaian Negara) RI tanggal 27 April 2021," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Senin (3/5/2021).
"Namun, mengenai hasilnya, sejauh ini belum diketahui karena informasi yang kami terima, data dimaksud belum diumumkan," tambah Ali.
Di sisi lain santer kabar bila TWK itu akal-akalan semata karena menyasar pegawai-pegawai KPK yang selama ini dikenal berintegritas untuk disingkirkan. Kabar itu pula diamini penyidik senior KPK Novel Baswedan.
"Cuma itulah aku paham tapi nanti begitu disampaikan itu benar baru bisa dikonfirmasi kan tapi rasanya kayak begitu sih," kata Novel, Selasa (4/5/2021).
"Mereka maunya begitu tapi itu kan sudah lama, upaya-upaya cuma yang berbeda yang diduga berbuat pimpinan KPK sendiri, kan lucu," imbuhnya.
Singkat cerita hasil TWK itu mengemuka yang menyebutkan dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti TWK dirinci sebagai berikut:
Sebanyak 75 pegawai KPK yang disebut tidak memenuhi syarat itu terdapat Novel Baswedan dan sejumlah pegawai KPK yang selama ini dikenal terdepan dalam pemberantasan korupsi. Namun bukan hanya itu masalahnya, sebab pertanyaan dalam TWK itu juga janggal.
Salah satu kejanggalan ini diungkap oleh Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari. Dia pernyataan tes terdapat soal Front Pembela Islam (FPI) dan Habib Rizieq Shihab (HRS).
"Tes berisi hal yang janggal dan mengada-ngada. Misalnya pertanyaan terkait FPI dan pendapat pegawai terhadap program pemerintah padahal pegawai tidak boleh secara etis berurusan dengan perdebatan politik dan mereka tidak boleh menunjukkan dukungan atau tidak dukungan terhadap program-program pemerintah karena bisa saja program itu terkait kasus korupsi," kata Feri kepada wartawan, Selasa (4/5/2021).
Mengenai kejanggalan pertanyaan itu, Feri menyebut dia mendengar langsung dari pegawai KPK yang telah mengikuti tes. Feri mengatakan tes itu tidak sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2019. Dia juga mendengar pada soal itu ada nama Habib Rizieq Shihab.
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap juga angkat bicara soal kejanggalan soal ini. Yudi mengaku sempat ditanya soal ucapan hari raya ke umat agama lain. Yudi merupakan seorang muslim.
"Saya heran ketika ada pertanyaan ke saya tentang apakah saya mengucapkan selamat hari raya ke umat beragama lain," kata Yudi dalam keterangannya, Jumat (7/5/2021).
Selain itu, ada pula pertanyaan soal jilbab hingga aktivitas yang dilakukan saat berpacaran. Kontroversi ini pun terus berlanjut.
1. 75 Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK Dinonaktifkan
Penonaktifan Novel Baswedan dkk terungkap dari surat yang diterima detikcom, Selasa (11/5/2021). Berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021, 75 pegawai KPK telah secara resmi dinonaktifkan.
SK itu tertanda Ketua KPK Firli Bahuri yang ditetapkan di Jakarta 7 Mei 2021. Untuk salinan yang sah tertanda Plh Kepala Biro SDM Yonathan Demme Tangdilintin.
Ada empat poin dalam SK penonaktifan 75 pegawai yang tak lolos TWK itu. Berikut ini poin-poinnya:
Pertama, menetapkan nama-nama pegawai yang tersebut dalam lampiran surat keputusan ini tidak memenuhi syarat (TMS) dalam rangka pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara.
Kedua, memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.
Ketiga, menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.
Keempat, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
2. 75 Pegawai KPK Melawan Penonaktifan
Usai dinonaktifkan, 75 pegawai KPK melawan keputusan ini. Mereka akan mengajukan surat keberatan kepada pimpinan KPK. Surat keberatan itu terkait penerbitan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021.
"Kami 75 pegawai TMS akan segera mengajukan terlebih dahulu Surat Keberatan kepada Pimpinan KPK atas penerbitan SK Pimpinan Nomor 652 Tahun 2021," kata Fungsional Monitoring KPK, Faisal, yang juga menjadi salah satu pegawai KPK yang tidak lolos TWK, kepada detikcom, Senin (17/5/2021).
Faisal mengungkapkan, dalam surat keberatan itu, pihaknya akan meminta pimpinan KPK untuk membatalkan SK tersebut. Sebab, menurutnya, proses alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merugikan pegawai sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi.
3. Jokowi Tolak Penonaktifan 75 Pegawai KPK
Namun tak dinyana, Presiden Jokowi secara responsif seolah menjawab rencana perlawanan 75 pegawai KPK itu. Jokowi selaras dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) bila alih status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan pegawai KPK sendiri.
"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," ucap Jokowi.
"Kalau dianggap ada kekurangan, saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi," imbuhnya.
Wadah Pegawai KPK pun mengapresiasi langkah Jokowi ini. Novel Baswedan bahkan menyampaikan rasa terima kasihnya untuk Jokowi.
"ProsesTWK yang dibuat Pimpinan KPK seolah 75 pegawai KPK tidak lulus itu membuat stigma tidak berkebangsaan atau tidakPancasilais. Alhamdulillah dengan pidato Pak PresidenJokowi telah membebaskan kami dari tuduhan itu. Terima kasih PakJokowi, apresiasi atas perhatian bapak," ucap Novel dalamakun Twitter resminya seperti dikutipdetikcom, Selasa (18/5/2021).
4. Anggota Dewas KPK Dilaporkan ke Dewas
Indriyanto Seno Adji yang baru menjadi Anggota Dewas KPK dilaporkan ke Dewas KPK. Pelaporan itu berkaitan dengan sikap Indriyanto yang diduga melanggar etik.
"Terkait dengan kegiatan kami di gedung ini, tadi yang sudah disampaikan Pak Sujanarko, bahwa kami melaporkan Profesor Indriyanto Seno Adji sebagai anggota Dewan Pengawas KPK," kata Novel di gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (17/5).
Novel menduga peralihan status pegawai KPK menjadi ASN banyak melanggar aturan. Dia menyebut hal ini merupakan permasalahan serius.
"Tentunya saya bisa menggambarkan demikian, bahwa proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN, sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang, kami telusuri, kami perhatikan dan kami cermati, banyak dugaan tindakan yang salah, tindakan yang melanggar aturan-aturan hukum yang dilakukan oleh oknum pimpinan KPK. Dan ini tentunya kami melihat sebagai masalah yang serius," ujar Novel.
Atas laporan itu, Indriyanto tak masalah. Menurutnya, hal itu wajar.
"Secara pribadi, wajar saja dan saya maklumi laporan kekecewaan tersebut. Saya menghormati laporan tersebut. Ini hanya persoalan pendapat pro-kontra legitimasi SK Keputusan pimpinan saja," kata Indriyanto, melalui keterangan tertulis, Senin (17/5/2021).
Indriyanto mengaku sudah menerima laporan tersebut. Namun, dia masih belum tahu isi substansi dari laporan yang diterimanya.
"Memang perwakilan 75 melakukan pelaporan yg dilakukan oleh pegawai purnabakti KPK Sujanarko kepada Dewas. Dan Dewas, termasuk saya juga yang menerima langsung pelaporan, saya sebagai terlapor. Saya belum tau apa isi atau substansi laporan tersebut," katanya.
Menurutnya, statement yang sebelumnya dikeluarkan terkait hasil TWK hanya untuk meluruskan secara hukum. Indriyanto berniat menjaga eksistensi dan integritas KPK saat itu.
"Secara pribadi, pendapat hukum saya untuk meluruskan dan menghindari adanya misleading conclusion kepada masyarakat terhadap eksistensi dan integritas lembaga KPK saja," ujarnya.
5. Seluruh Pimpinan KPK Dilaporkan ke Dewas
Novel Baswedan dkk juga melaporkan dugaan pelanggaran etik seluruh Pimpinan KPK. Hadir juga Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan mendampingi Novel dan yang lainnya.
"Semua pimpinan karena sebagaimana kita ketahui SK 652 yang ditandatangani oleh Bapak Firli Bahuri dan kita berpikiran itu kolektif kolegial sehingga semua pimpinan kami laporkan," kata Hotman.
Hotman menjelaskan, pelaporan itu dilakukan karena ada tiga hal, yang pertama yakni soal kejujuran soal TWK. Pasalnya, pimpinan KPK pada awalnya mengatakan tidak ada konsekuensi dari TWK, namun akhirnya keputusan itu berakhir beda.
"Kenapa kami melaporkan pimpinan KPK pada hari ini? Karena kami melihat bahwa ada beberapa hal yang seharusnya tidak terjadi di lembaga korupsi seperti KPK. Dan hal ini juga merupakan suatu hal yang perlu kami perjuangkan demi kepentingan publik. Setidaknya ada tiga hal yang kami laporkan pimpinan KPK terkait hal ini," ujar Hotman.
"Yang pertama adalah tentang kejujuran. Dalam berbagai sosialisasi, pimpinan KPK mengatakan bahwa tidak ada konsekuensi daripada tes wawasan kebangsaan. Dan kami juga berpikir bahwa asesmen bukanlah suatu hal yang bisa meluluskan dan tidak meluluskan suatu hal. Dan karena ini berkaitan juga dengan hak hak kita sebagai orang yang akan menentukan masa depan kita, maka sudah sewajarnya informasi yang diberikan kepada kita adalah informasi yang benar," tambahnya.
Atas laporan itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku pasrah kepada Dewas dan tentu menghargai laporan tersebut. Dia menyerahkan sepenuhnya hal itu ke Dewas.
"Kami menghargai laporan dari pegawai, selanjutnya kami memasrahkan kepada Dewas sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan proses sesuai ketentuan, baik prosedur maupun substansi, apakah benar yang diadukan merupakan dugaan pelanggaran etik," kata Ghufron, saat dikonfirmasi, Selasa (18/5/2021).
6. Novel Baswedan Dkk Tunggu Tindaklanjut Arahan Jokowi
Setelah Presiden Joko Widodo menyatakan tak setuju dengan penonaktifan 75 pegawai KPK yang tak lolos dalam TWK, muncul desakan agar arahan Jokowi dikawal ketat. Salah satunya disampaikan mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
"Beberapa pernyataan presiden ini cukup klir yaitu TWK tidak boleh jadi dasar pemberhentian 75 pegawai KPK dan sependapat dengan putusan MK (Mahkamah Konstitusi) bahwa peralihan pegawai KPK jadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK," tulis Febri dalam akun Twitternya seperti dikutip, Selasa (18/5/2021). Febri telah mengizinkan cuitannya itu dikutip.
"Ujian berikutnya konsistensi pelaksanaan. Kita lihat siapa yang masih ngotot menyingkirkan 75 pegawai KPK? Kita perlu awasi pelaksanaan pernyataan Presiden," lanjutnya.
Febri pun menaruh harap pada Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo dan Kepala BKN Bima Wibisana. Keduanya saat ini mendapatkan tugas dari Jokowi untuk menuntaskan polemik itu.
"Apakah KemenPAN RB dan BKN akan melaksanakannya sebaik-baiknya? Semoga implementasinya tidak disiasati. Semoga. Saya mencoba percaya, semoga Pak Tjahjo Kumolo tidak melakukan tindakan yang berseberangan dengan arah kebijakan Presiden. Semoga," ucap Febri.
Suara yang sama turut disampaikan salah satu dari 75 pegawai KPK itu yang bernama Harun Al Rasyid. Harun yang juga Kasatgas Penyelidikan KPK itu mengaku mendengar bila ada keraguan dari BKN untuk memproses arahan Jokowi lebih lanjut.
"Sya mengapresiasi langkah presiden yang telah memberikan arah yang jelas terkait polemik 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan," ucap Harun secara terpisah.
"Namun demikian sangat disayangkan arahan yang sudah sangat jelas tersebut sampai hari ini belum dilaksanakan dengan cepat dan cermat oleh pihak-pihak terkait. BKN yang saya dengar juga masih gamang dan masih ragu-ragu untuk segera memproses alih status bagi 75 pegawai KPK tersebut. Saya khawatir ada pihak-pihak lain yang masih 'bermain' di dalam menafsirkan arahan Presiden meskipun arahan Presiden sudah sangat jelas," imbuh Harun.
Sebelumnya MenPAN RB Tjahjo Kumolo memastikan akan berkoordinasi dengan BKN dan KPK. Di sisi lain Kepala BKN Bima Wibisana juga memberikan pendapat serupa.
"Belum bisa jawab sekarang, karena harus koordinasi dengan Kepala BKN dan Ketua KPK. Karena dasar kan peraturan KPK. Arahan Presiden saya pasti perhatikan sebagai pembantu Presiden," kata Tjahjo.
"Banyak UU yang mengatur itu. Nanti akan dibahas bersama terlebih dahulu," sambung Bima secara terpisah.