BW menyinggung Pasal 20 UU KPK terkait tanggungjawab KPK terhadap publik. Dia mempertanyakan proses TWK terhadap pegawai KPK yang berujung penonaktifan Novel Baswedan dkk dapat dipertanggungjawabkan terhadap publik atau tidak.
"Kita meminta seluruh bentuk pertanggungjawaban itu, kalau ada tes-tes itu. Jadi kita harus periksa berdasarkan Pasal 20 itu yaitu KPK bertanggungjawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasal 20 ayat 2 itu dia harus kewajibannya dia harus membuka akses informasi ini. Jadi kalau Mas BM (Busyro Muqoddas), temen-temen lain meminta itu ada dasarnya legitimate banget ada dasarnya, dan kalau Pimpinan KPK tidak membuka itu, maka Pimpinan KPK telah melawan sumpahnya sendiri untuk tunduk pada aturan UU. Jadi dia tidak pantas lagi menjadi Pimpinan KPK," tambahnya.
BW menyebut bahwa keputusan 5 pimpinan KPK kolektif kolegial. Menurutnya, jika hari ini ada Pimpinan KPK yang merasa lebih jago dari yang lain dan memutuskan sendiri, itu dia melawan prinsip kolegialitas dan tidak pantas menjadi pimpinan KPK.
"Saya sudah dengar kalau dia secara terang-terangan melanggar putusan MK, melanggar UU, melanggar peraturan pemerintah sendiri. Dan kalau kemudian dia hanya menggunakan Perkom dan Perkom itu tidak ada dasarnya rujukannya, ini sebenarnya cara rasis Orde Baru," ujarnya.
Agus Rahardjo
Agus menilai bahwa materi TWK terhadap pegawai KPK tersebut terasa aneh. Sebab, dia belum pernah mendengar bahwa dalam tes tersebut berisi pertanyaan yang menyinggung soal doa qunut hingga jilbab.
"Sudah berbeda, kabarnya materinya sangat aneh. Ini kan kalau menurut saya diskriminasinya di sini," ucapnya.
Dia meminta agar Komisi ASN turun tangan menjelaskan polemik yang terjadi. Agus ingin agar Komisi ASN mengevaluasi proses seleksi dalam TWK terhadap pegawai KPK.
"Karena kalau kita lihat perdebatan media sosial awalnya MenPAN, BKN, dan KPK saling lempar 'saya nggak membuat soalnya' kemudian akhirnya dijelaskan soalnya dibuat dengan melibatkan banyak instansi," katanya.
Adnan Pandu Praja
Senada dengan Agus, Adnan Pandu Praja, juga mempertanyakan peran Komisi ASN dalam proses TWK pegawai KPK. Seharusnya, kata dia, Komisi ASK bisa berperan dominan dalam hal ini.
Hal yang tak kalah penting, menurut Adnan, adalah mempertanyakan langsung sikap masing-masing pimpinan KPK dan Dewas KPK terkait TWK ini. Dia yakin tidak semua akan setuju.
"Karena mereka juga akan mengakhiri hidupnya dengan husnulkhatimah, karena itu ditanyakan secara pribadi bagaimana pendapat pribadi mereka, pada yang sudah menyatakan sikapnya itu nggak masalah," katanya.
Adnan mengatakan polemik TWK pegawai KPK itu bisa digugat ke PTUN. Menurutnya, ada langkah-langkah tertentu untuk membantu proses gugatan itu seperti melibatkan Ombudsman RI, MUI, Himpunan Psikologi Indonesia, dan ISO17014.
(fas/dhn)