Modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) Tanah Air sudah lama menjadi kebutuhan yang mendesak. Masalah ini ramai kembali dibicarakan pasca musibah tenggelamnya KRI Nanggala 402 di perairan Utara Bali beberapa waktu lalu.
Menurut Pemerhati Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, modernisasi ini merupakan pekerjaan rumah (PR) belum tuntas yang dibebankan ke Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Persoalannya, anggaran yang dialokasikan pemerintah belum menjawab kebutuhan tersebut.
Dia pun berharap diplomasi pertahanan Prabowo yang gencar berkeliling dunia guna mencari alat utama sistem persenjataan alias alutsista domestik itu membuahkan hasil positif bagi Indonesia. Pasalnya, jika itu berhasil maka dapat meningkatkan sistem pertahanan militer Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Usaha ini diharapkan akan membuahkan dan meningkatkan kerja sama militer dengan negara-negara sahabat," kata Khairul dalam keterangan tertulis, Senin (17/5/2021).
Khairul menilai salah satu tujuan Prabowo adalah memperkuat dan memodernisasi alutsista melalui penjajakan atau pengadaan dari negara produsen alutsista, terutama yang tidak bisa dipenuhi industri dalam negeri atau melakukan penawaran yang mampu diproduksi industri pertahanan dalam negeri kepada negara konsumen lainnya.
Diketahui, sejak awal tahun 2021 sampai sekarang, Prabowo telah beberapa kali melakukan kunjungan diplomasi ke Inggris, Rusia, Jepang, hingga Korea Selatan. Kunjungan tersebut akan dilanjutkan untuk membahas terkait rencana-rencana sebelumnya, selain itu juga untuk membuka wacana terkait tawaran, minat, dan komitmen baru mengenai kebutuhan alutsista dan instrumen pendukungnya.
Dalam APBN, belanja Kemenhan termasuk belanja kementerian yang terbesar dalam 10 tahun terakhir. Pada tahun 2021, Kemenhan mendapat alokasi pagu Rp 136,99 triliun namun tidak semuanya untuk alutsista. Kemenhan mengalokasikan alutsista Rp 9,3 triliun, mereka juga berencana memodernisasi dan memelihara alutsista TNI AD Rp 2,65 triliun, TNI AL Rp 3,75 triliun, dan TNI AU Rp 1,19 triliun.
Meski anggarannya termasuk besar, namun Indonesia hanya mengalokasikan belanja militer 0,7% terhadap PDB. Sementara dibandingkan Singapura, mereka mengalokasikan anggaran militer 3,2% dari PDB. Anggaran Indonesia di bawah Singapura yang berpenduduk 5,9 juta jiwa, namun memiliki 72.500 personel militer aktif, 312.500 personel cadangan, dan anggaran militer USD 11.200 juta atau Rp 162,7 triliun.
Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak mengakui secara akumulatif anggaran yang diplot untuk Kemenhan memang lebih besar dibanding kementerian lain. Namun uang sebanyak itu masih harus dibagi untuk 5 organisasi, yakni Kemenhan, Mabes TNI, Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
"Jadi dari total anggaran 2021 kurang lebih Rp 136 triliun itu terbagi ke 5 unit organisasi tersebut. Lebih dari 44 persennya sudah digunakan untuk belanja rutin prajurit dan pegawai," kata Dahnil.
Ia menjelaskan persentase untuk belanja alutsista dari jumlah tersebut sebesar kurang lebih 10%. "Segitulah uang yang ada untuk modernisasi alutsista," pungkasnya.
(akd/ega)